Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan masih banyak pihak yang belum memahami proses perjuangan mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat menerima audiensi Barisan Pejuang Revolusi Konstitusi, di Ruang Sriwijaya, Gedung B, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Akibatnya, kecaman datang saat ia melontarkan masalah perpanjangan masa jabatan Presiden saat Munas HIPMI di Solo, beberapa waktu lalu. Maklum, selama ini LaNyalla diketahui sangat getol menolak perpanjangan masa jabatan Presiden atau Presiden 3 Periode.
LaNyalla menegaskan jika masa jabatan Presiden Jokowi bertambah itu bukan perpanjangan tanpa sebab. Tetapi karena adanya proses Agenda Konstitusi yang sedang berjalan. Hal itu merupakan konsekuensi dari proses pengembalian UUD 45 naskah asli.
“Proses kembali ke UUD 45 naskah asli, kemudian disempurnakan melalui adendum ini butuh waktu. Saya bilang bisa dua tahun, bisa juga cepat. Tergantung proses di MPR. Terutama dalam pengisian utusan golongan dan perubahan yang lainnya. Selama berproses, pemerintahan dan negara tidak boleh kosong, di sinilah Presiden Jokowi masih berkuasa,” katanya.
Demi kembalinya rumusan para pendiri bangsa ini, sambungnya, maka dilakukan perpanjangan. Ini yang belum dipahami oleh mereka yang mem-bully saya. Tetapi saya ketawa saja. Saya sudah biasa kok difitnah dan di-bully.
LaNyalla juga menegaskan, saat Haji di tanah suci kemarin, dirinya sudah bertekad untuk berjuang mengembalikan kedaulatan rakyat kepada rakyat.
“Saya sampaikan perjuangan itu akan saya pimpin sendiri. Perlu diketahui, saya punya cara sendiri. Sering saya sampaikan, berjuang itu tak boleh gegabah. Harus gunakan akal, pikir dan zikir. Kalau Anda punya cara untuk kembalikan, silakan. Saya juga boleh dong punya cara,” tukas dia lagi.
Kecuali, sambung LaNyalla, mereka yang sudah tidak mau bangsa ini kembali ke Pancasila. Kembali ke rumusan para pendiri bangsa. Ya silakan saja pertahankan sistem demokrasi liberal yang menjabarkan nilai individualisme dan ekonomi kapitalistik.
“Dan siap-siap saja pileg dan pilpres dengan demokrasi prosedural yang hanya menghasilkan polarisasi bangsa. Dan kacau akibat data pemilih yang masih simpang siur. Apalagi jumlahnya berbeda antar instansi. Dan tidak menjawab ketidakadilan dan kemiskinan yang dirasakan mayoritas masyarakat di bawah,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Barisan Pejuang Revolusi Konstitusi yang dipimpin oleh Fahri Lubis menyatakan dukungan kepada Ketua DPD RI untuk kembali ke UUD 1945 kemudian dilakukan penyempurnaan dengan adendum.
“Upaya itu dilakukan salah satu caranya dengan Dekrit Presiden dengan waktu yang sesingkat-singkatnya,” tukasnya.
Barisan Pejuang Revolusi Konstitusi merupakan gabungan berbagai elemen masyarakat dan profesi. Hadir antara lain perwakilan dari TNI, pakar hukum, nelayan, pelaku ekonomi kerakyatan, mantan birokrat, buruh, cendekiawan muslim, budayawan, mahasiswa dan emak-emak.
Dalam pertemuan itu, Ketua DPD RI didampingi Anggota DPD RI asal Lampung Bustami Zainudin, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin.