Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mempertanyakan, mengapa saat ini tidak begitu banyak muncul tokoh populer asal Sumatera Barat (Sumbar). Padahal, sebelumnya ia melihat banyak tokoh-tokoh adat hingga alim ulama yang ikut berperan membangun kegotongroyongan di Sumbar.
“Saya bilang dulu saya tahunya banyak tokoh dari Sumatera Barat. Menurut saya, sekarang kok kayaknya tidak sepopuler dulukah atau memang tidak ada rodanya,” ujar Megawati dalam webinar bertema ‘Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa,’ yang digelar DPP PDIP, Kamis (12/8/2021).
“Saya pernah ke Bukittinggi, sampai saya dapat gelar. Jadi dulu waktu saya ke Sumbar, saya melihat, saya dapat merasakan sebuah naluri kegotongroyongan karena tentu sangat kental tradisi keislamannya. Tapi juga pada saat bersamaan, juga menempatkan peran tokoh-tokoh adat, penghulu, alim ulama ke semuanya merupakan kepemimpinan yang khas yang disebut Minangkabau. Sehingga seperti panggilan tungku tigo sajarangan. Tungku kakinya tiga, sajarangan itu tempat semuanya diskusi,” imbuhnya.
Megawati yang juga Ketua Dewan Pengarah BPIP ini pun merasakan kini kondisi Sumbar sudah berbeda. Ia kemudian menyinggung dirinya dan putrinya, Puan Maharani, yang tahun lalu dibully atas pernyataannya terkait Sumbar.
Ketika itu, Puan menyatakan harapannya agar Sumbar bisa menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila. Sedangkan Megawati menyoroti mengapa PDIP belum berhasil mengambil hati rakyat Sumbar untuk menaikkan suara partainya.
“Setelah ke sini, saya mulai berpikir. Saya sering diskusi karena di BPIP saya sebagai Ketua Dewan Pengarah, saya suka bertanya ke Buya Syafii, kenapa Sumbar yang dulu saya kenal sepertinya sudah mulai berbeda, lain. Suatu waktu saya pernah sama Mbak Puan dibully. Kenapa saya dibully ya?” Megawati mempertanyakan hal tersebut sembari heran
Megawati juga terheran-heran ke mana para tokoh-tokoh yang berasal dari Sumbar, yang termasuk dalam tigo tungku sajarangan, yakni alim ulama, ninik mamak dan cadiak pandai (ulama, tokoh masyarakat, dan intelektual). Padahal, dulunya banyak tokoh kemerdekaan yang berasal dari sana.
“Padahal, Sumbar ketika setelah dari sebelum kemerdekaan sampai setelah merdeka katakanlah, sampai selesai juga, Bung Karno itu kan tokoh-tokohnya luar biasa. Pak Sutan Sjahrir, Pak Tan Malaka, Muhammad Yamin, Agus Salim, Rasuna Said, Buya Hamka, Moh Natsir, Abdul Muis, Rohana Kudus, dan masih banyak lagi. Belum lagi Imam Bonjol. Bayangkan sampai zaman bapak saya itu saya ingat, itu banyak lho,” ungkap Megawati.
“Nah, sekarang apa? Karena tadi tidak ada atau sudah bubarkah yang namanya tungku tigo sajarangan ini. Apakah hanya sebagai sebuah kenangan atau hanya simbol saja itu yang perlu menerangkan yang dari Sumbar?” tambahnya.
Keresahan Megawati ini rupanya ikut menarik perhatian Buya Syafii. Namun, Buya Syafii menilai Megawati terlalu berpikir panjang, namun dibantah oleh Presiden ke-5 RI itu.
“Saya sering bicara dengan Buya Syafii. Katanya ‘Mega, kamu suka mikir kepanjangan. Sudahlah diemin aja’. [Saya jawab] ‘Buya, kok enak amat. Kita selagi ada umur untuk berpikir, ya kita pikir dong. Buya kan orang sana’,” ujar Mega.
Megawati pun terheran-heran mengapa ia dan Puan sampai harus dibully oleh warga Sumbar.
“Itu kan luar biasa ya hanya di Sumbar, kok kalau sekarang, saya mikir lucu kan republik ini. Saya dibully, Mbak Puan dibully karena perempuan. Aneh republik ini. Padahal, ada di sumbar yang beda dari lain adalah material, di mana mereka bisa ngangkat seorang ibu karena ibu pasti akan penuh kasih sayang, anaknya dipelihara dengan kecintaan. Jadi tolonglah, itu coba dibukalah kenapa sih kok sekarang Sumbar jadi enggak ada identitas yang bagus lagi,” pungkasnya.