Nama Ketua Komisi III DPR sekaligus politisi PDI-P Herman Hery muncul pada sidang kasus fee proyek bantuan sosial (Bansos) dengan terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/6/2021).
Ketua Komisi III DPR ini disebut sebagai pemilik PT Dwimukti Graha Elektrindo, perusahaan tersebut menyuplai barang-barang terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos).
Keterlibatan nama Ketua Komisi III DPR ini diungkapkan oleh saksi Ivo Wongkaren. “Apa pemilik PT Dwimukti adalah Herman Hery?” tanya jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nur Aziz, Senin (14/6/2021).
“Iya, beliau anggota DPR dari PDI-P, ketua komisi III,” kata Ivo.
“Sebagai pemilik?” tanya Nur Aziz lagi.
“Pemilik saham 100 persen, direct dan indirect Pak Herman Hery,” ujar Ivo.
Ivo juga mengaku mengetahui soal kepemilikan saham PT Dwimukti Graha Elektrindo dari anggaran dasar perusahaan yang pernah ia lihat. “Di dalam anggaran dasar disebut kepemilikan saham tunggal?” tanya Hakim Damis.
“Direct dan indirect, ada atas nama istrinya, ada atas nama anaknya,” jelas Ivo.
“Berarti bukan dia sendiri, tidak logis kalau perusahaan terbatas pemegang saham hanya satu, menurut UU Perseroan Terbatas pemegang saham minimal dua,” kata hakim Damis.
“Kalau Vonny Kristiani siapa?” tanya jaksa lagi.
“Istri beliau (Herman Hery),” kata Ivo.
“Floreta Tanne?” tanya jaksa. “Masih saudara beliau,” ujar Ivo.
“Stevano Rizki?” tanya jaksa. “Anak beliau,” tutur Ivo.
Ivo mengatakan dirinya sudah tidak menduduki jabatan pengurus saat pelaksanaan bansos dilakukan pada April-November 2020. Namun, ia menjabat sebagai direktur salah satu perusahaan milik Ketua Komisi III DPR ini, yakni PT Anomali Lumbung Artha.
“Saya tidak menjadi pengurus di PT Dwimukti saat bansos, tapi saya direktur di salah satu perusahaan beliau. Saya yang bawa usulan ini ke PT Dwimukti grup untuk membiayai PT Anomali,” ungkapnya.
PT Anomali Lumbung Artha diketahui mengerjakan tahap 3, 5, 6 dan 7 dengan total 1.506.900 paket bansos.
Terkait keuangan perusahaan, Ivo melaporkannya ke Herman Hery. Ia juga mengaku sudah mengenal Juliari Batubara sejak 10-15 tahun lalu.
“Saya lapor penggunaan uang perusahaan setiap putaran, sudah beli sekian, penggunaan sekian tapi tidak terlalu detail. Beliau (Herman Hery) juga hanya menyampaikan jangan sampai ada keterlambatan karena mengakibatkan Anomali tidak bisa membayar ke Dwimukti,” kata Ivo.
Dalam kasus ini, Juliari didakwa menerima suap terkait pengadaan bansos untuk penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.
Uang itu diduga dipakai Juliari untuk dirinya pribadi, biaya operasional di lingkungan Kemensos, dan membaginya ke beberapa petinggi Kemensos dengan jumlah yang berbeda-beda.
Suap tersebut diberikan oleh Harry Van Sidabukke, perantara dari PT Pertani serta PT Mandala Hamonangan Sude dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja.
Juliari juga diduga menerima suap dari 62 perusahaan. Di antaranya PT Bumi Pangan Digdaya, PT Andalan Pesik International, PT Global Tri Jaya, PT Anomali Lumbung Artha, dan PT Integra Padma Mandiri.
Dalam persidangan, Senin (8/3/2021), mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Adi Wahyono menjelaskan pembagian jatah pengadaan 1,9 juta paket sembako bansos.
Ada empat pihak yang disebut mendapat jatah, yakni satu juta paket diberikan untuk grup Herman Hery (Ketua Komisi III DPR), Ivo Wongkaren, Stefano, dan kawan-kawan.
Kemudian, 400 ribu paket kepada Ihsan Yunus. Sebanyak 300 ribu paket dikelola oleh Matheus Joko untuk kepentingan bina lingkungan di Kemensos dan 200 ribu paket untuk Juliari.