Perum Bulog diketahui baru saja diperintahkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini di mana 500 ribu ton harus segera didatangkan secepatnya.
“Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500 ribu ton pertama agar dilaksanakan secepatnya,” tulis salinan surat tersebut tertanda Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Menanggapi hal tersebut, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah untuk tidak selalu merujuk pada data stok CBP dalam memutuskan kebijakan impor. Karena Kebijakan impor beras memiliki dampak yang luas dan sistematis dalam jangka panjang bagi petani dan masa depan pertanian Indonesia.
Melalui keterangan resminya pada Selasa (28/03), Senator asal Bengkulu itu menilai bahwa CBP justru cenderung merusak mekanisme pasar beras nasional yang secara stok telah melampaui kebutuhan konsumsi masyarakat selama satu tahun. Saya kira Bulog tak pernah ingin bersaing dengan harga beli gabah yang lebih memuaskan petani dari para pedagang besar.
“Insha Allah menurut BPS hingga akhir Maret diproyeksikan ada surplus nasional sebanyak 2,84 juta ton, dan April adalah surplus 1,26 juta ton beras. Artinya stok kita sangat cukup, tapi akibat psikologi pasar yang terlanjur panik oleh data CBP yang diumumkan pemerintah, harga pun melonjak drastis”, ungkap Sultan.
Karena menipisnya CBP Bulog dan Bapanas, kata Sultan, pasar memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menaikkan harga. Seolah Indonesia sedang defisit, padahal gara-gara Bulog yang tidak sanggup memuaskan petani lokal dengan harga gabah yang lebih bersaing dan proporsional.
Akibatnya, lanjut mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, harga terus melonjak sementara harga gabah tak kunjung membaik. Bapanas meneken lalu seketika mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET ) gabah dan beras pun terjadi.
“Bulog sebaiknya bersedia untuk berkompetisi di pasar lokal jika ingin memperoleh margin dari harga gabah dan beras, bukan justru mengganggu mekanisme pasar yang ada dengan produk impor. Dan Pemerintah hanya perlu memastikan trend surplus produksi beras terjaga, dan kemudian mengawasi Domestik market obligation dengan mengatur distribusi dan Price Market Obligation saja”, tutupnya.