Pemerintah ‘Ngotot’ Subsidi Kendaraan Listrik, Siapa yang Diuntungkan?

- Advertisement -
Banyak pihak mengkritisi pemerintah yang memberikan subsidi kendaraan listrik pribadi, baik yang beroda empat maupun beroda dua. Presiden Joko Widodo mengatakan, pemberian subsidi ini sangat penting untuk membuka dan mengembangkan pasar kendaraan listrik.

Lebih jauh, Jokowi menekankan kebijakan subsidi kendaraan listrik itu merupakan salah satu contoh kebijakan pemerintah yang adaptif dengan perubahan dunia yang sangat dinamis dan cepat. Pemberian subsidi, kata Jokowi, bisa mengundang investasi.

“Oh negara lain begitu, kita harus menyesuaikan lebih baik. Oh, kompetitor kita seperti itu, berarti kita harus bagaimana? Itu yang harus dirumuskan. Kita harus pelajari apa yang dilakukan oleh negara lain, dan kita harus adaptif. Jika competitor melakukan perubahan kebijakan, kita juga harus, dan kebijakan kita harus lebih baik dari mereka. Sehingga sekali lagi fleksibilitas itu sangat penting,” ungkapnyanya.

Namun, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Sihar Sitorus, menyoroti kebijakan pemerintah sebaiknya tidak hanya fokus pada mobil listrik. Ia melihat masih ada kebijakan ekonomi kerakyatan lainnya.

“Pertumbuhan ekonomi pada sektor ekonomi negara tersebut membutuhkan intervensi pemerintah. Intervensi pemerintah jangan hanya pada mobil listrik saja, akan tetapi pada sektor-sektor ekonomi kerakyatan lainnya,” ujar Sihar dalam Rapat Paripurna DPR Ke-2 Masa Persidangan I tahun Sidang 2023-2024, Jakarta, Selasa (22/8).

Sihar menjelaskan, kebijakan pemerintah melalui program kementerian/lembaga untuk meningkatkan produktivitas nasional sehingga dapat memberikan nilai tambah ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan negara.

“APBN ditopang oleh pendapatan negara dari kemampuan negara yang mengelola sumber daya, sehingga berkontribusi nilai tambah perekonomian dan penerimaan negara,” imbuhnya.

Menurut Sihar, pemerintah harus menuntaskan pada tahun terakhir pemerintahan berbagai masalah yang mengurus rakyat demi pelayanan pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, bantuan pokok hingga urusan pelayanan publik.

“Pemerintah harus meninggalkan legacy landasan yang kuat demi transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bertumpu pada reformasi struktural, konsolidasi fiskal, dan produktivitas,” katanya.

Sihar menekankan, pemerintah dalam menjalankan APBN 2024 harus dapat implementasi anggaran berbasis kesejahteraan, sehingga menjadi legacy dalam penyusunan APBN selanjutnya.

“Pemerintah dalam menjalankan APBN 2024 harus dapat membuat rakyat merasakan kehadiran pemerintah dalam membuat kehidupannya yang semakin mudah, sejahtera, maju dan tentram,” tutur Sihar.

Sebelumnya, Rachmat Gobel, mempertanyakan kebijakan pemerintah menggelontorkan subsidi kendaraan listrik. Ia lebih mendorong pemerintah agar fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan,” ujar Rachmat Gobel.

Gobel menilai tidak ada masalah demand terkait kendaraan listrik melihat tujuan kebijakan tersebut untuk mengurangi polusi udara. Pada sisi lain, saat ini untuk pembelian mobil listrik harus antre berbulan-bulan.

Lebih baik memfokuskan subsidi ke pertanian Indonesia yang berubah drastis. Padahal di masa puncak COVID-19, kata Gobel, Indonesia bisa swasembada beras. Tetapi, pada 2023 ini pemerintah justru menyiapkan impor beras hingga 2 juta ton.

Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik Tidak akan Menyelesaikan Masalah

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai, tujuan insentif ini tampaknya hanya untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi.

“Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki,” ujar Djoko.

Menurutnya, insentif itu jangan sampai justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan. Selain akan menambah kemacetan, kebijakan ini juga dinilai akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat.

“Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik,” sebut Djoko.

Target dari subsidi kendaraan listrik ini adalah mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon. Namun, Djoko menganggap justru yang terjadi adalah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan.

“Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik,” tegasnya lagi.

Sementara, juru kampanye Kota Isu Urban Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Abdul Ghofar memaparkan sedari awal pihaknya menolak kebijakan pemberian insentif bagi masyarakat yang ingin membeli kendaraan listrik pribadi.

Ia menjelaskan, dengan jumlah subsidi kendaraan listrik yang mencapai Rp7 triliun, seharusnya pemerintah bisa memanfaatkannya untuk membenahi sarana dan prasarana transportasi massal yang masih amburadul di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Situasi itulah, katanya, yang membuat banyak masyarakat enggan beralih ke transportasi massal.

“Upayanya, misalnya, pembatasan kendaraan. Upaya meminimalisir jumlah kendaraan dengan akselerasi perbaikan transportasi publik yang lebih terintegrasi, masuk ke wilayah pemukiman. Jadi uang subsidi kendaraan listrik yang diarahkan ke industri dan ke pemakaian pribadi sebetulnya bisa dialihkan untuk perbaikan transportasi publik yang terintegrasi dan masuk ke kawasan persebaran pemukiman penduduk. Tidak hanya di Jakarta, harusnya itu bisa menyasar mulai ke Serang, ke Bandung, ke kota-kota besar yang mengarah kepada masalah yang sama yakni peningkatan masalah polusi udara,”ungkap Ghofar.

WALHI juga melihat, subsidi kendaraan listrik justru bisa memicu kemacetan, karena mendorong banyak orang untuk membeli.

“Dan ini hanya mengganti kendaraan saja, tidak menyelesaikan persoalan kelebihan kendaraan. ,” tuturnya.

“Artinya jika elektrifikasi kendaraan berlangsung masif, ya sama konsumsi energi yang bersumber dari energi fosil akan naik. Jadi kendaraannya rendah emisi tapi sumber energinya masih tinggi emisi. Harusnya seiring berjalan, perbaikan transportasinya iya, elektrifikasi transportasi publik iya, nambah armada, nambah koridor tapi berlangsung beriring dengan transisi energi, sumber pembangkit yang mempunyai kontribusi sekian persen terhadap polusi perlahan-perlahan dipensiunkan,” jelasnya.

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA