Pendaftaran pasangan Prabowo dan Gibran sebagai calon presiden dan calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) terancam ditunda.
Permintaan penundaan pendaftaran pasangan Prabowo dan Gibran setelah adanya rencana pemeriksaan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konsititusi atau MKMK.
Pasangan Prabowo dan Gibran rencananya akan daftar ke KPU pada Rabu pagi.
“KPU jangan terburu-buru. Mentang-mentang (putusan) final dan mengikat langsung dilaksanakan. Tidak Bisa. Lebih baik KPU menunda khusus pendaftaran Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming,” ujar Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus, dikutip dari Tempo, Selasa, 24 Oktober 2023.
Petrus mengatakan, apabila KPU tetap menjalankan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 akan menimbulkan berbagai sengketa pada pemilihan umum atau Pemilu 2024.
“Dari pada melahirkan gugatan hukum sana-sini, lebih elok, tunda dulu,” tegasnya.
Sebelumnya lembaga penyelenggara pemilu itu mengeluarkan surat edaran kepada partai politik. Surat itu berisi tiga poin yang secara garis besar memerintahkan KPU menjalankan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 hasil uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu mengatur syarat usia capres-cawapres minimal 40 tahun.
Putusan MK yang diterbitkan pada 16 Oktober 2023 menambah klausa “pernah menjabat sebagai kepala daerah”. Siapa pun bisa mencalonkan diri sebagai capres-cawapres asal pernah memimpin pemerintahan di daerah.
Putusan ini dianggap menjadi karpet merah untuk Gibran. Muncul dugaan konflik kepentingan di dalam putusan itu karena Anwar Usman adalah paman Gibran.
Kini, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu dilaporkan sejumlah masyarakat sipil atas dugaan pelanggaran etik setelah memutuskan putusan batas usia capres-cawapres.
“Kalau keputusan MKMK ternyata ada pelanggaran, keputusan Mahkamah Konstitusi itu batal,” ungkap Petrus.
Petrus menjelaskan putusan MK itu tidak sah apabila hasil pemeriksaan MKMK menemukan Anwar melanggar kode etik. Hal itu, tutur dia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Senin siang, Pergerakan Advokat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia atau TPDI menemui KPU. Pertemuan itu membicarakan pandangan dua organisasi itu. Petrus mengatakan yang harus menindaklanjuti putusan MK adalah MK sendiri.
Keputusan itu ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga DPR perlu berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah.
“Karena DPR yang berwenang. Kenapa KPU yang mengambil alih?” ucap Petrus.
Pergerakan Advokat Nusantara dan TPDI adalah organisasi yang melaporkan Jokowi, Gibran, dan Anwar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).