Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek daripada standar usianya akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Kondisi ini bisa disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil atau anak pada masa pertumbuhannya.
Berdasarkan data WHO, suatu negara dikatakan mengalami masalah stunting bila jumlah kasusnya berada di atas 20%. Sementara itu, berdasarkan data tahun 2018, jumlah kasus stunting di Indonesia adalah sebanyak 30,8%, atau tiga dari sepuluh anak Indonesia. Oleh karena itu, stunting masih menjadi masalah yang harus segera ditangani.
Postur tubuh anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik, hormonal, dan asupan nutrisi. Oleh karena itu, ada anak yang berperawakan pendek karena orang tuanya juga berpostur tubuh pendek.
Akan tetapi, kondisi ini berbeda dengan perawakan pendek. Anak dengan stunting pasti memiliki tubuh yang pendek, tetapi anak dengan perawakan pendek belum tentu mengalami stunting.
Penyebab Stunting
Penyebab utama hal ini adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis). Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Selain itu, anak yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya juga bisa mengalami hal ini.
Faktor risiko stunting
Risiko terjadinya stunting pada anak bisa meningkat jika ibu hamil memiliki beberapa kondisi atau faktor berikut:
-
Intrauterine growth restriction (IUGR)
-
Perawakan pendek
-
Berat badan ibu tidak naik selama kehamilan
-
Tingkat pendidikan rendah
-
Kemiskinan
-
Tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk dan tidak mendapatkan akses untuk air bersih
Sedangkan pada anak, beberapa kondisi yang meningkatkan risikonya mengalami hal ini adalah:
-
Mengalami penelantaran
-
Tidak mendapatkan ASI eksklusif
-
Mendapatkan gizi MPASI yang berkualitas buruk
-
Menderita penyakit yang menghalangi penyerapan nutrisi, seperti penyakit TBC, anemia, penyakit jantung bawaan, infeksi kronis, serta sindrom malabsorbsi
Gejala Stunting
Gejalanya sering tidak disadari, karena anak hanya diduga memiliki tubuh yang pendek. Meski demikian, gejala umumnya bisa terlihat saat anak berusia 2 tahun.
Gejala yang menunjukkan anak mengalami stunting adalah:
-
Tubuh anak lebih pendek dibandingkan standar tinggi badan anak seusianya
-
Berat badan anak bisa lebih rendah untuk anak seusianya
-
Pertumbuhan tulang terhambat
-
Mudah sakit
-
Gangguan belajar
-
Gangguan tumbuh kembang
Bila menderita penyakit kronis, anak dengan stunting bisa mengalami sejumlah gejala berikut:
-
Tidak aktif bermain
-
Batuk kronis, demam, serta berkeringat pada malam hari
-
Tubuh anak membiru ketika menangis (sianosis)
-
Sering lemas
-
Sesak napas
-
Ujung jari berbentuk seperti tabuh (clubbing finger)
-
Bayi tidak dapat menyusu dengan baik
Kapan harus ke dokter
Segera ke dokter jika tinggi badan anak Anda tampak lebih pendek dari anak seusianya, terutama bila anak mengalami gejala yang disebutkan di atas.
Selain itu, pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan tumbuh kembang anak perlu rutin dilakukan oleh dokter atau diperiksa di posyandu.
Bagi anak berusia di bawah 2 tahun, pemeriksaan perlu dilakukan setiap 1–2 bulan sekali. Sementara itu, pemeriksaan untuk anak usia di atas 2 tahun dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Diagnosis Stunting
Pertama-tama, dokter akan melakukan tanya jawab seputar asupan makan anak, riwayat pemberian ASI, riwayat kehamilan dan persalinan, serta lingkungan tempat tinggal anak. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk melihat tanda-tanda stunting pada anak.
Dokter juga akan mengukur panjang atau tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan lingkar lengan anak. Seorang anak dapat diduga mengalami hal ini bila tinggi badannya berada di bawah garis merah (-2 SD) berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.
Meski demikian, pemeriksaan tersebut perlu dilakukan beberapa kali untuk memastikan apakah anak mengalami stunting.
Untuk memastikan diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan penunjang meliputi:
-
Tes darah, untuk mendeteksi gangguan kesehatan, seperti tuberkulosis, infeksi kronis, atau anemia
-
Tes urine, untuk mendeteksi sel darah putih di dalam urine yang bisa menjadi tanda infeksi
-
Pemeriksaan feses, untuk memeriksa infeksi parasit atau intoleransi laktosa pada bayi atau anak-anak
-
Ekokardiografi atau USG jantung, untuk mendeteksi penyakit jantung bawaan
-
Foto Rontgen dada, untuk melihat kondisi jantung dan paru-paru
-
Tes Mantoux, untuk mendiagnosis penyakit TBC
Pengobatan Stunting
Penanganan hal ini dapat meliputi pengobatan penyakit penyebabnya, perbaikan nutrisi, pemberian suplemen, serta penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter:
-
Mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya memberikan obat-obatan antituberkulosis bila anak menderita TBC
-
Memberikan nutrisi tambahan, berupa makanan yang kaya protein hewani, lemak, dan kalori
-
Memberikan suplemen, berupa vitamin A, zinc, zat besi, kalsium, dan yodium
-
Menyarankan keluarga untuk memperbaiki sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), guna mencapai keluarga yang sehat
Komplikasi Stunting
Apabila hal ini tidak segera ditangani bisa menyebabkan komplikasi berupa:
-
Gangguan perkembangan otak anak sehingga mengganggu proses belajar dan menurunkan prestasinya
-
Penyakit metabolik ketika dewasa, seperti obesitas dan diabetes
-
Anak sering sakit dan terkena infeksi
Pencegahan Stunting
Kelainan ini bisa dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risikonya. Upaya yang bisa dilakukan antara lain:
-
Memenuhi asupan gizi yang cukup sebelum merencanakan kehamilan dan selama kehamilan
-
Mencukupi asupan gizi, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak pembuahan sel telur hingga anak berusia 2 tahun
-
Memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
-
Memastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap