Lazada, platform eCommerce terkemuka di Asia Tenggara, hari ini merilis sejumlah temuan dalam Indeks Keyakinan Perdagangan Digital (Digital Commerce Confidence Index) pertama, yang diterbitkan dua kali dalam setahun.
Laporan ini, yang merupakan riset pertama dan satu-satunya di industri e-Commerce, merupakan survei sentimen bisnis yang bertujuan untuk memetakan pandangan penjual daring di Asia Tenggara tentang prospek industri perdagangan digital. Di sisi lain, laporan ini juga mengungkap berbagai tantangan dan peluang pada masa mendatang.
Indeks Keyakinan ini melakukan survey terhadap Terdapat 750 penjual di enam pasar di Asia Tenggara (Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Singapura) pada Semester I-2021 untuk indeks ini.
Laporan ini mengungkap bahwa 52% penjual mengalami pertumbuhan pesat sepanjang Semester I-2021, sementara 70% penjual menargetkan pertumbuhan berikutnya, yakni di atas 10%, pada Triwulan III-2021.
Dari 70% penjual yang menargetkan pertumbuhan ini, sepertiga (33%) di antaranya sangat optimis bahwa omzetnya akan meningkat lebih dari 30% pada periode yang sama. Hasilnya, indeks keseluruhan mencapai skor “optimistis”, yakni sebesar 64 poin. Skor 0 menunjukkan sikap yang “sangat pesimis”, sementara, skor 100 menunjukkan sikap yang “sangat optimis”.
“Kami gembira meluncurkan Indeks Keyakinan Perdagangan Digital. Melalui indeks ini kami bermaksud untuk menunjukkan indikator dan sentimen bisnis di kalangan UKM di Asia Tenggara. Banyak UKM telah memanfaatkan teknologi baru dan menguasai keahlian digital guna mengubah dan mempersiapkan bisnisnya untuk menghadapi masa depan. Terlepas dari isu-isu kesehatan yang masih penuh tantangan, Indeks kami menunjukkan kegigihan dan optimisme para penjual akan kondisi mendatang,” ujar Magnus Ekbom, Chief Strategy Officer, Lazada Group.
Aspek penggerak utama sentimen positif di antara kalangan penjual adalah perubahan pola konsumsi di Asia Tenggara yang semakin beraneka ragam antara kanal belanja daring dan luring. Sepanjang 2020, sebanyak 47% konsumen mengurangi belanja di kanal luring dan 30% konsumen semakin sering berbelanja daring.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 telah mempercepat ekspansi perdagangan digital dan menjadikannya medan persaingan bagi kalangan penjual yang ingin meningkatkan skala bisnis.
Walau momentum pertumbuhan positif secara umum terjadi pada seluruh kategori ritel, namun, kalangan penjual pada dua kategori produk, elektronika dan barang-barang konsumsi (FMCG), paling banyak memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang kini lebih banyak dihabiskan di rumah (stay-at-home economy), dengan , 53% penjual yang disurvei berkata bahwa bisnisnya mengalami pertumbuhan pesat pada Semester I-2021.
Laporan ini juga mengungkap beragam sentimen penjual akan kondisi mendatang. Misalnya, kalangan penjual di segmen fesyen memiliki optimisme terbesar. Meski 48% penjual fesyen menilai bisnis mereka telah membaik pada semester I-2021, 75% di antaranya berharap bisnis mereka dapat meningkat kembali pada Triwulan III-2021, sedangkan, hampir 40% di antaranya menargetkan pertumbuhan di atas 30% pada triwulan serupa.
“Program vaksinasi telah berdampak positif dan berbagai platform perdagangan digital telah mengalami pemulihan pada kategori fesyen, bahkan mencatat kenaikan 70%+ pada triwulan II-2021 jika dibandingkan Triwulan I-2021 terutama untuk kategori pakaian,” ujar Roshan Raj, Partner di Redseer.
“Aktivitas live streaming juga telah menjadi aspek penggerak penting bagi banyak penjual, dimana melalui aktivitas ini, lingkungan interaktif dapat terwujud sehingga para konsumen dapat berbelanja secara lebih leluasa. Interaksi antara penjual dan pembeli menjadi aspek penggerak penting pada kategori fesyen. Sebagai sektor C2C, kategori fesyen menuntut aspek kepercayaan yang terjalin lewat interaksi.” Meski demikian, di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang baru-baru ini terjadi di Asia Tenggara, Roshan juga memperkirakan, “target bisnis kalangan penjual fesyen berpotensi menurun dalam waktu dekat.”
Menurut para penjual yang disurvei Lazada, ketersediaan portofolio produk yang unik dan berbeda (52%), kenaikan arus kunjungan pengguna (50%), serta keahlian memanfaatkan analisis data (23%) merupakan aspek-aspek pendukung pertumbuhan bisnis daring.
Di tengah persaingan sengit, kalangan penjual daring tidak lagi mengandalkan perang harga, namun mereka juga memakai teknologi guna meningkatkan interaksi konsumen sehingga hal ini menjadi daya saing yang membedakan banyak penjual.