Banyak masyarakat yang tergiur dengan iming-iming pinjaman online ilegal. Karena banyaknya pengaduan warga yang telah menjadi korban maka Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh.
“Pengaduan terkait pinjaman online (pinjol) yang masuk ke kita itu adalah yang terbesar kedua dari seluruh laporan yang ditangani oleh BPKN. Dan hampir semua pinjol yang bermasalah itu adalah ilegal dan tidak terdaftar di OJK,” ujar Haris Munandar, Ketua Komisi Kerjasama dan Kelembagaan BPKN seusai menandatangani kerjasama dengan Universitas Jember (Unej), Kamis (10/6).
Sebagai lembaga negara yang berfungsi untuk memberikan perlindungan kepada konsumen di Indonesia, BPKN akan bergerak ketika mendapat laporan pengaduan dari konsumen pinjaman online. Salah satunya dengan mengupayakan mediasi.
Namun upaya itu tidak bisa dilakukan oleh BPKN, karena kasus pinjaman online ilegal itu tidak memiliki kedudukan yang jelas di Indonesia.
“Kami akan melakukan upaya untuk memediasi, tetapi untuk kasus pinjol ini sulit. Karena pinjaman online ilegal ini kan berbasis aplikasi dan ternyata bukan berasal dari negara kita, sehingga kami tidak bisa melakukan bentuk-bentuk penyelesaian dalam hal perlindungan konsumen,” ujar Haris.
Dari laporan yang masuk, jumlah warga yang menjadi korban pinjaman online ilegal ini terus bertambah. Apalagi, warga kerap dipaksa melunasi utang berikut bunganya yang sangat besar dan memberatkan.
Menurut Haris, hampir semua pinjaman online ilegal jelas-jelas merugikan konsumen. Namun tidak banyak masyarakat yang menyadari potensi kerugian yang akan timbul setelah mereka mengambil pinjaman.
“Karena itu kita berupaya membangun kesadaran masyarakat akan bahaya pinjaman online ilegal. Kita menggandeng Unej untuk melakukan literasi sehingga diharapkan bisa mencegah korban yang terus bertambah,” kata Haris.
Salah satu kasus korban pinjol yang mencolok adalah yang terjadi di Malang dan terungkap pada Mei 2021 lalu. Seorang guru TK tergiur untuk meminjam melalui pinjol sejumlah Rp 600 ribu. Uang itu semula akan digunakannya untuk membiayai kuliah S1-nya agar memenuhi persyaratan menjadi guru TK.
Namun, perempuan muda ini tak menyadari bahwa pinjaman tersebut disertai bunga 100 persen sehingga harus dibayar sejumlah Rp1,2 juta. Karena terdesak, guru TK tersebut terus menambah utangnya ke pinjol hingga angkanya mencapai Rp 40 juta.
Selama beberapa bulan, guru TK ini harus hidup di bawah ancaman debt collector karena ditagih dengan cara yang tak manusiawi. Sampai akhirnya kasus ini diketahui pihak sekolah dan guru itu dipecat tempatnya mengajar pada November 2020.