Pengakuan Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan terkait sebutan yang ditujukan kepada dirinya. Misalnya, seperti disebut seperti seorang Fir’aun hingga tolol.
“Saya tahu ada yang mengatakan Saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir’aun, tolol. Ya nda apa, sebagai pribadi saya menerima saja,” ujar Presiden Jokowi di sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR/DPD RI tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8/2023).
Presiden Jokowi juga menyatakan, elite politik di Indonesia acap kali menyebut menunggu arahan dari seorang lurah ketika akan memutuskan pasangan calon di pesta demokrasi nanti.
“Suasana sudah hangat-hangat dan sedang tren ini di kalangan politisi dan parpol, setiap ditanya capres dan cawapresnya jawabannya belum ada arahan pak lurah. Saya sempat mikir ini siapa?” kata Jokowi.
Akhirnya, dia baru mengetahui kalau lurah itu merupakan sebuah perumpamaan.
“Sedikit-sedikit kok pak lurah. Belakangan saya tahu, yang dimaksud pak lurah, saya. Ya, saya jawab saat ini, saya bukan lurah, saya adalah Presiden Republik Indonesia,” ujar Jokowi.
Presiden Jokowi menegaskan dirinya tak memiliki andil apapun dalam menentukan koalisi di Pilpres 2024. Sebab, ia bukan ketua umum parpol yang bisa merundingkan sosok yang akan diusung di Pilpres 2024.
“Ternyata pak lurah itu kode. Tapi perlu saya tegaskan, saya bukan ketua umum parpol, bukan juga ketua koalisi partai. Dan sesuai ketentuan undang-undang yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi parpol,” Kata Jokowi.
Namun, ia mengaku sedih karena budaya kesantunan yang selama ini dianut Indonesia sudah mulai ditinggalkan.
“Tapi yang membuat saya sedih budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang? Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah.”
“Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia,” ujarnya.
Ia menyatakan, jabatan sebagai Kepala Negara ini tak selamanya dipersepsikan sebagai orang yang memiliki kewenangan yang besar.
“Posisi Presiden itu, tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan dan dengan adanya media sosial seperti sekarang ini. Apapun, apapun bisa sampai ke Presiden.”
“Mulai dari masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnahan. Bisa dengan mudah disampaikan,” kata Jokowi