Pengamat Politik Rocky Gerung menyoroti isu bahwa Indonesia tengah mengalami kesulitan keuangan. Isu itu terjadi dipicu setelah beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencanangkan wakaf uang nasional.
Tak lama berselang isu yang tengah disorot Rocky Gerung itu kian nyata setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kenaikan pajak pulsa dan token listrik.
Menurut Rocky Gerung, hal itu menunjukkan negara sudah mengalami kemiskinan. Rocky pun menyampaikan melalui akun Twitter miliknya @rockygerung_rg. “Negara sudah kere. Pulsa dan token dijadikan upeti,” kata Rocky Gerung, Sabtu 30 Januari 2021.
Kemudian ia mengatakan naiknya pajak pada listrik, voucher dan token listrik membuktikan bahwa rakyat dijadikan budak di negeri sendiri. “Rakyat jadi budak dinegeri sendiri,” tulisnya.
Dalam cuitannya, Rocky Gerung menyindir kebijakan tersebut lahir lantaran rakyat memilih boneka mebel. Namun, Rocky tak menjelaskan secara spesifik siapa boneka mebel yang dimaksud olehnya. “Hasil memilih boneka mebel,” tukasnya.
Namun, Sri Mulyani membantah pemungutan pajak tersebut. Ia mengatakan bahwa tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer, dan token listrik menyusul penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/PMK.03/2021.
“Selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer sudah berjalan. Jadi tidak ada pungutan pajak baru,” tulis Sri Mulyani melalui akun Instagram @smindrawati di Jakarta.
Menurut Sri Mulyani, ketentuan yang tertuang dalam PMK 06/2021 tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Menkeu Sri Mulyani memberikan penjelasan bahwa ketentuan itu bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer serta untuk memberikan kepastian hukum.
Dilansir laman Suara, adapun penyederhanaan pengenaannya yakni pungutan PPN untuk pulsa/kartu perdana, dilakukan penyederhanaan pungutan PPN sebatas sampai pada distributor tingkat II (server).
“Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,” tulis Sri Mulyani.
Untuk PPN token listrik, PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa penjualan/komisi yang diterima agen penjual.
Untuk voucer, PPN tidak dikenakan atas nilai voucer karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan uang.
Sri Mulyani melanjutkan, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.
Sementara itu, untuk pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa dan PPh pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam SPT tahunannya.
“Jadi tidak benar ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucer,” kata Sri Mulyani yang ditulis menggunakan huruf kapital.
Menkeu Sri Mulyani kembali menegaskan pajak yang masyarakat bayar juga kembali untuk rakyat dan pembangunan.
“Kalau jengkel sama korupsi, mari kita basmi bersama!” tegas Menkeu Sri Mulyani.