Sumpah Anas gantung di Monas pernah diucapkannya 11 tahun lalu itu kembali menggema. Namun, mantan terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum, tidak menepati sumpahnya untuk digantung di Monas.
Anas mengeluarkan pernyataan meminta di gantung di Monas, pada 9 Maret 2012 lalu. Sumpah itu dikeluarkan karena dia yakin tidak menerima uang sepeser pun dari kasus korupsi Hambalang.
“Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Anas pada saat itu.
Namun, Anas hanya berpidato dan merayakan ulang tahun ketika mendatangi kawasan Monas pada hari ini, Sabtu (15/7/2023).
Sebelumnya, KPK menetapkan Anas sebagai tersangka dalam kasus korupsi Hambalang pada 22 Februari 2013. Setahun kemudian, Anas juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.
Anas Urbaningrum tak hanya terjerat kasus korupsi P3SON Hambalang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Anas dalam berbagai proyek.
Pada persidangan, jaksa KPK mengajukan tiga dakwaan terhadapnya. Dalam dakwaan pertama, jaksa KPK menyebut Anas selaku Anggota DPR RI menerima Toyota Harrier senilai Rp 670 juta, Toyota Vellfire senilai Rp 735 juta, Survei Pemenangan senilai Rp 478 juta, uang Rp 116,525 juta dan USD 5,261,070.
Pemberian tersebut berasal dari berbagai pihak. Mulai dari PT Adhi Karya sebagai penggarap proyek Hambalang hingga koleganya di Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, pemilik perusahaan Permai Group yang juga terlibat dalam banyak korupsi proyek.
Jaksa menyatakan suap tersebut dilakukan untuk Pengurusan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek-proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapatkan Permai Group.
Anas disebut menggunakan posisinya sebagai Ketua DPP Bidang Politik Partai Demokrat dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI untuk mengatur proyek-proyek pemerintah yang sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) tersebut.
Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Anas terbukti menerima suap sebesar Rp 25,3 miliar dan 36 ribu dolar AS dari Permai Grup. Sementara dari mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin, hakim menyatakan Anas terbukti menerima Rp 30 miliar dan 5,2 juta dolar AS.
Setalah melalui serangkaian persidangan, Mahkamah Agung dalam putusan peninjauan kembali (PK) menjatuhi Anas vonis delapan tahun penjara. Anas lantas dikurung di Lapas Sukamiskin, Bandung, hingga akhirnya bebas pada April 2023 lalu.
Kini, kehadiran Anas di kawasan Monas hanya berpidato dan merayakan ulang tahun pada hari, Sabtu (15/7/2023). Ketika disinggung soal kapan dirinya akan digantung di Tugu Monas, Anas berkilah.
“Ya makanya itu harapannya adalah gantungkan harapanmu di atas langit. Di bawah langit ada Monas,” ujarnya.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku tak terganggu dengan pihak-pihak yang masih mempertanyakan kapan dirinya digantung di Monas. Menurutnya, pihak yang masih mendengungkan janji itu adalah orang-orang yang digerakkan oleh sebuah kelompok politik.
“Tidak apa-apa (ada yang menyuarakan soal janji gantung di Monas). Karena itu digerakkan oleh grup yang memang punya kepentingan politik tersendiri. Silakan saja,” ujar Anas.
Ketika ditanya siapa kelompok politik yang dimaksud, Anas menyebut publik sebenarnya sudah tahu. “Sudah tahu kan, masak ditanya,” kata sosok yang diyakini oleh simpatisannya sebagai korban politik Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Dalam pidatonya, Anas juga tidak sama sekali menyinggung janji gantung di Tugu Monas apabila dia terbukti menerima aliran dana kasus korupsi proyek Hambalang. Anas justru berbicara panjang lebar soal kezaliman dan keadilan hukum.
Dia bahkan menyampaikan pesan agar pihak yang dulu pernah menzaliminya untuk bertobat dan menyampaikan permohonan maaf kepada tuhan.
“Saya ingin mengirim pesan bagi yang pernah melakukan kezaliman hukum, tolong itu dihentikan. Jangan diulangi lagi. Boleh terjadi pada Anas, tapi tidak boleh terjadi pada anak-anak bangsa lain,” pungkas.
Kini sumpah Anas gantung di Monas telah jadi sampah, sama dengan sampah sumpah politisi yang bertebaran di mana-mana.