Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang begitu terdampak karena pandemi yang terjadi di Indonesia dari tahun 2020 hingga saat ini.
Namun menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tidak semua pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terkena dampak pandemi Covid-19.
UMKM yang berbisnis dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi digital justru tumbuh secara Signifikan di masa pandemi.
“Yang terdampak UMKM yang terkait dengan kegiatan perkantoran, sekolah, industri, karena WFH, usaha mereka terhenti, kebanyakan di sektor makan dan minuman.”ujar Teten Masduki dalam webinar “Mendorong Transformasi Digital UMKM Melalui E-Commerce”, yang tayang di channel YouTube tempo.co, Facebook Live Tempo Media dan siaran digital terrestrial TV Tempo, Jumat (13/8/2021).
“Ada UMKM yang masih bisa berjualan namun omzetnya turun. Di luar itu ada yang tumbuh, yakni UMKM yang terhubung ke platform digital,”tambah Teten.
Pernyataan yang diungkapkan Teten Masduki sejalan dengan hasil survei yang dilakukan Tempo Data Science (TDS) tentang praktik e-commerce di Indonesia periode Mei – Juli 2021.
Menurut peneliti TDS, Ai Mulyani, untuk bisa bertahan dan berkembang, selama pandemi, sebagian besar (82 persen) UMKM berusaha mengoptimalkan aktivitas penjualan online melalui outlet mereka di platform e-commerce dan juga lapak di media sosial.
“Tidak ada hambatan berarti bagi para penjual dalam pemanfaatan platform pemasaran online.Minimnya barriers to entry memberikan keuntungan optimum bagi para UMKM untuk memanfaatkan infrastruktur yang telah tersedia,” kata Ai Mulyani.
Survei ini juga menemukan fenomena bahwa ternyata penjual cenderung multi user, yakni memanfaatkan lebih dari satu platform di saat bersamaan.
“Mereka beralasan penggunaan lebih banyak sarana e-commerce akan memaksimalkan jangkauan kepada lebih banyak target konsumen,” jelas Ai Mulyani.
Dukungan platform digital dalam mempertahankan dan mengembangkan bisnis dirasakan langsung CEO dan Founder Sovlo Indonesia, Lidya Valensia. Bisnisnya di bidang souvenir dan barang promosi perusahaan dan pernikahan terhenti pada Maret 2020 karena banyak acara kantor dan pernikahan yang dibatalkan.
Setelah sempat kewalahan karena omzet turun drastis dan memikirkan nasib para pekerja yang kehilangan penghasilan, Lidya bergerak cepat memanfaatkan platform e-commerce untuk memasarkan souvenir yang diproduksi.
“Kami mulai akhir Mei dan pertengahan Juni 2021 sudah go online. Sambutannya sangat baik,” ujar Lidya.
Menurut Lidya, platform e-commerce sangat membantunya sebagai pelaku bisnis, “Saya memilih platform digital berdasarkan kemudahan yang ditawarkan. Kita tidak perlu bangun toko online, develop web, tidak perlu admin WhatsApp, di e-commerce sudah terhubung dengan baik.
’Saya pilih platform digital yang banyak memberi kemudahan dan banyak fasilitas yang ditawarkan,” ujarnya.
Pengamat ekonomi digital Aviliani menilai model bisnis UMKM memang harus berubah. Ia mendorong pemerintah membuat berbagai regulasi agar UMKM lebih bernilai tambah, lalu bisa naik kelas. Terkait digitalisasi, menurutnya masih kecil sekali, baru sekitar 13 persen UMKM yang terhubung platform digital.
“Dan jujur saja yang masuk itu UMKM yang berdagang lebih banyak barangnya sama, tinggal persaingan harga di antara mereka,” katanya.
Menurut Aviliani, diperlukan UMKM yang punya keunikan dan keunggulan yang produknya tidak sama dengan UMKM-UMKM yang lain.
E-Commerce Pilihan Pelaku UMKM Survei TDS mengungkap platform digital Tokopedia dan Shopee adalah dua marketplace paling populer di kalangan UMKM yang memasarkan produknya secara online. Popularitas dua marketplace ini lebih
menonjol, yakni sama-sama 99 persen dibanding kompetitornya. Dari sisi kualitas top of mind (TOM), yakni merek yang ‘berada di ujung lidah’, terungkap bahwa Tokopedia menjadi pilihan utama yakni 35 persen, bersaing ketat dengan Shopee (34 persen), diikuti Bukalapak (13 persen), Lazada (7 persen), Blibli (7 persen) dan JD.ID (3 persen).
Survei melalui penelitian kuantitatif menggunakan kuesioner terstruktur dalam format online ini juga menempatkan Tokopedia sebagai penghasil omzet penjualan terbesar bagi penjual, yakni dipilih 36 persen pelaku UMKM, diikuti Shopee (32 persen), Bukalapak (14 persen), Lazada (8 persen), Blibli (7 persen) dan JD.ID (3 persen).
“E-commerce yang memberikan frekuensi transaksi tersering juga ditempati Tokopedia (35 persen), Shopee (33 persen), Bukalapak (13 persen), Lazada (9 persen), Blibli (7 persen) dan JD.ID (3 persen),”ujar Ai Mulyani. (EH)