Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari peran para pejuang, salah satunya adalah para ulama. Kelompok ini terlibat aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik secara fisik maupun fisik.
Peran para ulama ini diakui oleh negara dengan diberinya gelar pahlawan nasional. Dalam data Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial (K2KRS) Kementerian Sosial, setidaknya ada banyak ulama yang bergelar pahlawan nasional.
Para ulama yang bergelar pahlawan nasional telah meninggalkan jejak bersejarah dengan peran dan kontribusi mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan dan memajukan umat serta bangsa.
Mereka berjuang dengan berbagai bentuk gerakan. Ada yang bergerak melalui jalur peperangan, pendidikan, hingga diplomasi.
Berikut ini adalah 7 dari sekian banyak ulama yang mendapatkan gelar pahlawan nasional:
KH Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asyari, seorang ulama dan tokoh agama ternama, lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur pada 10 April 1875. Beliau dikenal sebagai pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Namun, peran dan pengaruhnya tidak hanya terbatas pada itu saja.
Pondok Pesantren Tebu Ireng, yang dipimpin oleh KH Hasyim, menjadi salah satu pondok pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad ke-20. Pondok Pesantren Tebu Ireng menjadi tempat bagi banyak santri untuk mendalami agama dan memperoleh ilmu pengetahuan.
Selain berperan sebagai ulama dan pemimpin pondok pesantren, KH Hasyim Asyari juga aktif dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ia adalah tokoh yang menggagas pendirian Tentara Sukarela Muslimin di Jawa yang dikenal dengan sebutan Hizbullah. Hizbullah menjadi salah satu tentara rakyat yang berkontribusi besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan.
KH Hasyim Asy’ari wafat pada 7 September 1947 dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1964.
KH Ahmad Dahlan
Ulama pejuang kemerdekaan selanjutnya adalah KH Ahmad Dahlan. Ia merupakan pendiri organisi Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868.
Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan telah aktif dalam beberapa organisasi, termasuk Budi Utomo dan Sarekat Islam.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kepedulian terhadap masalah sosial telah mendorong KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah sebagai wadah untuk melaksanakan misi tersebut.
Dari Muhammadiyah juga lahir beberapa organisas, seperti Aisiyah yang berfokus pada perempuan, dan Hizbul Wathan.
Pada 23 Februari 1923, KH Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta. Ia dimakamkan di Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta.
Penghargaan tertinggi sebagai Pahlawan Nasional diberikan kepada beliau pada tanggal 27 Desember 1961 sebagai pengakuan atas jasa-jasanya dalam memajukan pendidikan dan sosial di Indonesia.
KH Zainal Mustofa
KH Zainal Mustafa merupakan sosok ulama pejuang kemerdekaan yang tidak hanya berjuang melalui pemikiran dan pendidikan di pondok pesantren, tetapi juga peperangan.
Ia lahir di Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 1899. Pada tahun 1927, ia mendirikan Pondok Pesantren Sukamanah yang diartikan sebagai tempat suka berpikir.
Periode 1940-1941 merupakan saat KH Zainal Mustafa intens melakukan serangan melawan penjajah Belanda. Dengan tegas, ia berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, pada 17 November 1941, upaya perjuangannya terhenti saat ditangkap oleh tentara Belanda dan dipenjara di Sukamiskin.
Tidak mengubah sikapnya setelah Jepang menduduki Indonesia, KH Zainal Mustafa tetap tegas dan berani menentang penjajahan.
Pada 25 Februari 1944, ketika utusan tentara Jepang datang untuk meminta maaf atas sikap kerasnya, KH Zainal Mustafa menolak. Bahkan ia membunuh utusan Jepang tersebut.
Akibatnya, Pondok Pesantren Sukamanah menjadi sasaran serangan tentara Jepang, dan KH Zainal Mustafa akhirnya berhasil ditangkap dan dipenjara di Cipinang, Jakarta.
Pengabdian dan perjuangan tidak berhenti sampai di situ. KH Zainal Mustafa meninggal dunia di Ancol, Jakarta pada 25 Oktober 1944. Namun, semangat dan perjuangannya tetap dikenang, dan pada 6 November 1972, ia secara resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
KH Agus Salim
KH Agus Salim lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884. Kiprahnya sebagai pejuang, politisi, jurnalis, hingga diplomat sangat berpengaruh pada masa awal kemerdekaan.
Agus Salim memulai perjalanan perjuangannya sebagai anggota Sarekat Islam (SI), salah satu organisasi dengan jumlah masa terbesar waktu itu. Pada tahun 1919, ia turut mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh, yang berfokus pada perjuangan hak-hak buruh di Indonesia.
Pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan juga menjadi anggota Panitia Sembilan, yang berperan dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Agus Salim meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 4 November 1954. Pengabdiannya kepada bangsa dan negara diakui oleh pemerintah, dan pada tanggal 27 Desember 1961, ia secara resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
KH Mas Mansyur
KH Mas Mansyur adalah sosok penting dalam sejarah Indonesia, lahir di Surabaya pada tanggal 25 Juni 1896. Ia dikenal sebagai tokoh pembaharu Islam di Indonesia dan merupakan salah satu dari 4 Serangkai bersama Soekarno, Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara.
Ayahnya, Kiai Mas Ahmad, berasal dari pesantren Sidoresno, Surabaya, yang menjadi lingkungan awal pembentukan karakternya.
Sejak masa remaja, Mas Mansyur menimbadi ilmu di Al-Azhar, Mesir, lalu ke Mekkah, dan kembali ke Tanah Air pada 1915.
Tiba di Indonesia, ia aktif bergerak dalam berbagai organisasi pergerakan. Salah satu peran pentingnya adalah ketika memimpin organisasi Muhammadiyah pada periode 1937-1943.
Mas Mansyur meninggal di Surabaya pada tanggal 25 April 1946, meninggalkan warisan besar bagi bangsa Indonesia. Pengabdiannya diakui oleh negara, dan pada tanggal 26 Juni 1964, ia secara resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
KH Wahid Hasyim
KH Wahid Hasyim lahir di Tebu Ireng, Jombang pada 1 Juni 1914. Ia merupakan putra dari tokoh agama terkemuka, KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Selain itu, KH Wahid Hasyim juga dikenal sebagai ayah dari Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia.
Peran KH Wahid cukup penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi salah satu tokoh yang menandatangani Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini menjadi cikal bakal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan landasan konstitusi negara Indonesia.
Setelah kemerdekaan, ia menjadi Menteri Agama pertama di Indonesia dan menjabat di sejumlah kabinet antara tahun 1946 hingga 1952.
Pada 19 April 1953, KH Wahid Hasyim meninggal dunia di Cimahi, Jawa Barat. Pada tanggal 24 Agustus 1964, ia secara resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
KH Zainal Arifin
KH Zainul Arifin merupakan ulama pejuang kemerdekaan yang lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada 2 September 1909. ia dikenal sebagai tokoh politik dari Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah menjabat sebagai Ketua DPR-GR pada masa demokrasi terpimpin.
Dalam catatan sejarah, KH Zainul Arifin terlibat secara aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, khususnya dalam bidang politik. Pada masa pendudukan Jepang, KH Zainul Arifin berperan sebagai Kepala Bagian Umum dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
KH Zainul Arifin meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1963 dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 4 Maret 1963.