Aryo Adhianto 2024 Menuangkan Realitas Mall dalam Sebuah Karya Musik

- Advertisement -
Aryo Adhianto pianis sekaligus komponis merilis album keduanya berisi 12 lagu, bertajuk Nol ke Mall. Tepat satu bulan yang lalu rilis di digital streaming platform (Bandcamp, Spotify dan Apple Music). Album tersebut juga menghadirkan vokal Anda Perdana dalam pengalaman sonik yang berbeda di lagu Siklus Medusa dan Hiperrealita.

Selain itu ada Tanya Ditaputri di lagu Menangga, Meninggi dan Kejarlah Aku Sampai Tidak Mampu dan Ican Harem di lagu Pemungutan dan Basement 2. Selain vokalis, Aryo Adhianto juga mengajak bassist bernama Nabil Favian Hilliard di lagu Basement 2 dan Hiperrealita.

“Dari para kolaborator, yang paling menarik buat saya adalah mencoba me-sintesiskan pitch dan tekstur secara elektronis suara Bang Anda yang karakternya, bagi telinga saya, pure rock dan folk. Mungkin hal ini. Belum pernah dilakukan sebelumnya,” terang Aryo Adhianto.

Aryo Adhianto
Artwork Nol Ke Mall

Ada poin menarik dari lagu Siklus Medusa Aryo Adhianto yang merupakan ekspresi dari bagaimana mall di Jakarta masih eksis saat ini dan bahkan makin menggurita dari zaman ke zaman, mengingat ia sudah hadir lebih dari 50 tahun yang lalu dan bahkan seakan kebal dari segala perilaku berbelanja online yang marak pada 5-10 tahun belakangan ini.

“Saya pinjam istilah siklus medusa dari metabolisme spesies ubur-ubur yang mampu meregenerasi dirinya berkali-kali, sehingga dianggap tidak bisa mati. Hal ini tercermin pada lirik ‘Aku disini… Tak pernah mati… Aku mengabdi… Terima kasih.’ Satir ini saya hadirkan sebagai refleksi atas perilaku suatu generasi yang ingin terus memegang kendali zaman, dengan cara meraksasa dan menggurita dalam rangka mengkerdilkan yang ada di sekitarnya. Namun biar bagaimanapun, saya (dan banyak warga Jakarta lainnya) masih merasa nyaman berada dalam pelukan raksasa-raksasa tersebut,” kata Aryo Adhianto.

Nol ke Mall adalah catatan sporadis terhadap fenomena mall di Jakarta yang dialami, dirasakan, dan ditelusuri melalui perspektif seorang Aryo Adhianto. “Karya-karya yang terakumulasi ini bukanlah percobaan untuk merangkai soundtrack tentang mall, melainkan cuplikan refleksi terhadap berbagai peristiwa dan gejala urban yang – secara langsung maupun tidak – lahir dan tumbuh akibat hadirnya mall,” ungkap Aryo Adhianto.

Aryo Adhianto

Lebih lanjut Aryo mengatakan kerangka pemikiran dan proses kreatif Nol ke Mall terilhami dari buku Delirious New York dan Junkspace karya Rem Koolhaas yang spekulatif, personal, dan satir. Kesatuan musik disini adalah respon terhadap arsitektur mall yang acapkali dikonotasikan negatif dalam konteks estetika yang adiluhung; anggaplah semacam antitesis.

Mall, baik dalam sifat arsitektural maupun fungsionalnya, umum dianggap sebagai objek monolitik komersial dan transaksional yang total. Dalam Nol ke Mall, Aryo mengusulkan untuk mempertimbangkan perjalanan mall yang beririsan dengan peristiwa sosial dan budaya yang layak untuk diperhitungkan sebagai faktor penentu keberlangsungan hidup bermasyarakat di lanskap multidimensi seperti kota Jakarta.

“Proyek album kedua ini sebenarnya berawal dari kumpulan puisi/syair/infografis yang saya kerjakan dari tahun 2022 dan rencananya akan dicetak menjadi zine di bawah penerbit Tendency Zine di akhir tahun 2024. Dari tulisan-tulisan ini kemudian baru mendapat ide secara musikalnya dan saya garap menjadi 12 lagu.”ujar Aryo

“Keterlibatan Harsya Wahono (Hawe), Direktur Artistik label Divisi 62, sangat sentral dalam pembuatan album ini sebagai mixing dan mastering engineer. Lalu juga Fandy Susanto, desainer grafis dan Direktur Artisitik dari Tendency Zine, yang juga membantu dalam pengerjaan cover album ini. Mereka berdua juga sebagai lawan dan teman diskusi dalam membahas tema sentral dari album ini yaitu mall di Jakarta.” tambah Aryo Adhianto.

Nol ke Mall disusun dengan teknik desain bunyi yang berbelok-belok dan sampling audio dari budaya populer beserta rekaman lapangan dari beberapa mall ikonik di Jakarta. Menurut Aryo, vernakular ini meniru sifat mall dalam perihal bahan dan desain yang replikatif. Motif tematik yang gemilang juga digunakan dalam menciptakan perasaan memasuki zona simulasi. Ini juga tercermin dalam penulisan syair yang membayangkan tempat hiperrealita sintetik dimana idealisasi diri, keinginan, dan mimpi diperjualbelikan.

“Tata ruang yang nirlogis, keruwetan dinamika politik dan faktor lingkungan telah menjadikan mall sebagai pengganti peran taman umum, hadir sebagai ruang yang memungkinkan pengalaman sosial dan menopang kebersamaan,” kata Aryo Adhianto.

Senada dengan Aryo, Harsya juga menambahkan, Istilah non-place cetusan antropolog Prancis Marc Augé yang mengkategorisasikan mall sebagai ruang transcience yang fana dan tak berjiwa juga tampaknya bisa dikaji kembali dalam upaya membaca supermodernitas di Jakarta.

Nol ke Mall mengundang kita untuk berpartisipasi dalam fenomena ini melalui pengalaman sonik, bukan praktik spasial yang lebih dekat dengan keseharian kita. Mall seperti alam imajiner pengganti bagi dunia luar; realitas berkilau yang lebih terpenuhi dan sempurna daripada yang ada di luar batasnya, dimana pada hari-hari biasa dapat dihidupi hingga jam 10 malam.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA