Bos Novotel Bukittinggi Lecehkan DPRD Sumbar

- Advertisement -
Kejanggalan yang terjadi terkait pembagian keuntungan antara pihak pengelola Novotel Bukittinggi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menjadi sorotan DPRD Sumbar.

Laporan pertanggungjawaban pihak pengelola Novotel Bukittinggi yang tertuang dalam kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbar dinilai tidak jelas, dan pembagian keuntungan per tahun pun janggal.

DPRD Sumbar sebagai lembaga yang memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset milik Pemerintah Daerah Sumatra Barat, sudah dua kali melakukan pemanggilan terhadap pengelola hotel. Namun, tak satupun panggilan itu digubris.

Kasus ini juga mendapat sorotan dari pemerhati kebijakan publik Trubus Rahardiansyah.

Trubus mengatakan, DPRD bisa saja melaporkan Direktur PT Graha Citrawisata, Dedi Sjahrir Panigoro, sebagai penanggung jawab pengelolaan Novotel Bukittinggi tersebut ke pihak berwajib, jika benar-benar tidak mengindahkan panggilan.

“Harusnya pihak pengelola menghormati dong, harus menghormati DPRD-nya, jadi kalau dia misalkan membangkang bisa dia dilaporkan ke aparat penegak hukum. Jadi dia harus dipanggil sampai tiga kali,” ujar Trubus Rahardiansyah dikutip dari jpnn.com, Rabu (1/2/2013).

Bahkan Trubus menegaskan, tidak hanya pengelola hotel yang dapat dilaporkan, Kepala Daerah sebagai pihak yang ikut meneken dan memperpanjang perjanjian kerja sama tersebut juga sah untuk dilaporkan.

“Kalau sudah tiga kali tetap tidak hadir itu sama dengan melecehkan namanya, maka DPRD bisa melaporkan termasuk di dalamnya adalah Kepala Daerahnya, karena dia yang punya kewenangan,” jelasnya.

Apalagi, kepala daerah itu memperpanjang kontraknya 10 tahun pada 2012 tanpa ada evaluasi.

Kontrak kerja yang seharusnya berakhir 2022 bahkan kembali diperpanjang dua tahun hingga 2024 dengan alasan yang terindikasi melanggar hukum. Pemerintah juga dirugikan atas pengelolaan Novotel Bukittinggi tersebut.

Trubus juga menilai ada penyebab pihak pengelola ogah datang memenuhi panggilan lembaga legislatif Sumbar itu. Diduga ada pihak yang melindungi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi sehingga merasa tidak perlu menjelaskan ihwal polemik laporan keuangan ke DPRD Sumbar.

“Kedua, menurut saya memang ini sebenarnya sumber mereka enggak mau datang ini dalam tanda petik biasanya ada yang membekingi jadi merasa,” katanya.

Tidak tertutup kemungkinan pihak yang melindungi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi itu adalah kepala daerah atau orang-orang dekat penyelenggara negara.

Trubus menegaskan sikap pengelola Novotel Bukittinggi itu terkesan melecehkan parlemen.

Di sisi lain, Trubus mendukung langkah DPRD Sumbar yang menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menelusuri laporan keuangan pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi tersebut.

Apalagi, sudah 30 tahun pihak pengelola tidak memberikan laporan yang konkret dari pendapatan hotel.

“Iya itu sebagai salah satu pelaksanaan investigasi ya harus memanggil, karena kan untuk melihat unsur kerugiannya, nanti BPK biasanya ngasih rekomendasi sesuai tupoksi, bahwa pelaksanaannya dari tahun sampai tahun sekian ada masalah, biasanya disebutkan nanti,” ucapnya.

Kendati begitu, dia mengingatkan agar langkah DPRD menggandeng BPK ini bukan hanya semata lips service untuk menutupi adanya dugaan tindak pidana dari pengelolaan Novotel Bukittinggi.

“Oh iya, tapi harus diingat menurut saya jangan sampai memanggilnya hanyalah lips service untuk menutupi kasus yang ada di situ, saya khawatir justru di Komisi III ada orang-orang karena satu partai atau jaringan tertentu sehingga mereka melakukan upaya-upaya untuk menutup-nutupi,” ujarnya.

Komisi III DPRD Sumbar disebut akan menggandeng BPK RI untuk melakukan audit investigasi pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi yang merupakan kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah Sumatra Barat.

Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung mengatakan Direktur PT Graha Citrawisata Dedi Sjahrir Panigoro sudah dua kali dipanggil oleh pihaknya. Namun, tidak satu pun undangan dipenuhi.

Menurut dia, DPRD Sumbar memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset milik Pemerintah Daerah Sumatra Barat.

Dia menilai ada hal yang tidak masuk akal dalam kerja sama antara perusahaan yang dipimpin Dedi Panigoro dengan Pemerintah Daerah Sumatera Barat.

“Ini masalah besar karena aset yang dikelola itu besar, puluhan bahkan ratusan miliar. Sementara selama ini kan kontribusi kepada pemerintah daerah menurut kita enggak masuk akal. Masa iya Rp 200 juta setahun. Sementara neraca kasih ke kita omsetnya Rp 30 miliar tahun 2020. Jadi itu yang kita ingin dalami, apa masalahnya omset Rp 30 miliar kok keuntungan hanya dapat segitu,” pungkasnya.

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA