Sebuah artikel yang ditulis oleh Evermos menjadi bagian dari The Davos Agenda 2021. Platform social commerce produk muslim Indonesia yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, ini juga merupakan anggota dari Global Innovator di World Economic Forum.
Salah satu contoh kasus yang dituliskan Evermos di dalam artikel ini adalah tentang seorang produsen jilbab di Bandung bernama Pak Iyus yang sempat mengalami puncak bisnis pada 2015-2017. Beliau dapat memproduksi 150,000 jilbab setiap harinya.
Skala produksi menurun hingga 80% tentu berdampak pada tingkat kesejahteraan para karyawannya. Salah satu penyebabnya adalah karena produk impor yang membanjiri pasaran, bahkan di antaranya ada yang ilegal. Sebagai informasi, satu kontainer jilbab impor dapat memuat 250,000-450,000 jilbab.
Praktik dagang seperti ini telah memberikan dampak yang timpang pada masyarakat seperti Pak Iyus. Dia juga mengamati bahwa para produsen asing pun tengah belajar tentang produk apa saja yang sedang diminati di Indonesia. Hanya dalam 6 bulan, produk tersebut bisa membanjiri pasar lokal. Dengan tampilan serupa namun dengan harga yang jauh lebih murah.
Untuk dapat bersaing, Pak Iyus harus membuat produk baru yang diminati masyarakat luas untuk meningkatkan penjualannya. Untuk mengejar ketertinggalan, Pak Iyus lekas melakukan produksi dalam waktu 6 bulan untuk mendapatkan keuntungan.
Lawan saing asingnya menggunakan intelijen pemasaran sehingga memberikan unfair advantage yang memperpendek siklus penjualan produknya. Oleh karena waktu yang terbatas untuk memulai maupun berinovasi juga tanpa rencana yang strategis, dia menjadi enggan untuk mengembangkan bisnisnya. Keadaan yang seperti ini telah membuat adanya suatu vicious cycle pada UMKM Indonesia.
Produk impor yang lebih murah di pasaran membuat UMKM menjadi enggan untuk berinvestasi jangka menengah dan panjang. Dampaknya adalah turunnya produktivitas dan produksi yang tidak efisien (pertumbuhan menjadi terbatas) dan membuat UMKM kalah saing dengan pemain global.
Vicious cycle pada tingkat UMKM akan menciptakan vicious cycle kecil lain yang berdampak pada tingkat kesejahteraan para pekerjanya. Turunnya produktivitas kemudian mengurangi pendapatan mereka, lalu berdampak kepada tingkat pendidikan anak-anak mereka. Hal ini pun mengakibatkan para pekerja generasi berikutnya dengan keterampilan rendah dan kembali berpengaruh pada penghasilan UMKM.
Dampak jangka panjang inilah yang menjadi alasan mengapa kita harus mulai membeli produk lokal, sehingga perputaran uang akan bisa jadi lebih cepat dan dapat digunakan dengan lebih efisien untuk menghidupkan kembali perekonomian lokal.
Arip Tirta, Presiden Evermos, mengatakan, “Jika kita tidak belanja produk lokal, UMKM akan kalah dalam persaingan melawan rantai nilai global. Setiap produk lokal yang kita beli dapat membantu menghidupkan ekonomi lokal, karena akan makin banyak orang menerima bagian dari yang kita belanjakan.
Di sini kita tidak hanya mengalirkan uang ke pemilik produk saja, tapi ke vendor-vendor, karyawan-karyawan dan pihak-pihak relasi lainnya. Kita perlu membuat laju perekonomian terus mengalir. Tentu saja kita perlu meningkatkan kualitas dan pengalaman juga, tapi di samping semua itu, agar produsen lokal dapat mengejar ketinggalan, kita juga perlu memberi mereka kesempatan untuk berjuang.”
Sekitar 97% lapangan pekerjaan di Indonesia diciptakan oleh sektor UMKM yang mayoritas menyerap pekerja dengan keterampilan rendah. UMKM juga menyumbang sampai 60% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menunjang kualitas hidup secara massal dan mengentaskan jutaan orang keluar dari kemiskinan.
Peluang untuk memperluas dampak dari produksi lokal masih sangat besar. Indonesia memiliki pasar yang besar dan terus berkembang, masih butuh lebih banyak produk secara jumlah dan variasi. Namun sampai sekarang kita belum bisa mewujudkan hal ini menjadi kenyataan.
Lalu bagaimana Indonesia dapat memutus vicious cycle yang sudah menjerat banyak masyarakat? Kita perlu fokus pada satu dari bagian rantai, dengan melakukan salah satu atau semua poin berikut:
Go local or go home. Menginspirasi masyarakat untuk membeli produk lokal meskipun ada produk alternatif lain yang lebih murah.
Memikirkan jangka panjang. Mendorong UMKM untuk mulai memikirkan dan berinvestasi secara jangka menengah hingga panjang di tengah persaingan global.
Produktivitas sebagai roda pertumbuhan. Fokus pada pelatihan keterampilan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas.
Cara terbaik untuk menyerang adalah bertahan. Menciptakan kebijakan-kebijakan dagang yang efektif yang dapat melindungi UMKM, dengan pendekatan intelijen pasar yang lebih data-driven.
Jika dapat memutus rantai ini, Indonesia dapat menciptakan virtuous cycle yang lebih diminati, sehingga UMKM mau memikirkan pertumbuhan jangka menengah dan panjang. Produktivitas, efisiensi dan keuntungan yang lebih tinggi akan bisa diciptakan dan membuat produk lokal dapat bersaing dengan produk global.
Cara lainnya adalah dengan membuat gebrakan besar, memutus siklus ketergantungan kita dengan UMKM dan fokus pada peningkatan tenaga kerja terampil, serta mentransformasi menjadi pekerja berketerampilan tinggi.
Vicious cycle sulit untuk dihentikan, namun peran bersama akan berdampak positif pada kesejahteraan para pekerja UMKM secara khusus, dan Indonesia secara umum.
Source: Evermos