Installment kedua dari Jagat Sinema Bumilangit, Sri Asih, berhasil membuktikan perkataan Joko Anwar (Produser Bumi Langit) bahwa seluruh projek film Bumilangit akan dikerjakan oleh talenta-talenta terbaik di depan maupun di belakang layar.
Di bawah komando sutradara Upi Avianto, dengan bumbu cast top tier, Sri Asih menjadi salah satu film superhero Indonesia yang patut diacung jempol. Tak hanya menjadi peningkatan signifikan dari pendahulunya, Gundala, Sri Asih juga membuka pengembangan lebih jauh dari Jagat Sinema Bumilangit.
Sri Asih adalah Adisatria yang menjadi superhero pertama dari Indonesia, diciptakan oleh Bapak Komik Indonesia, R.A. Kosasih. Adapun Sri Asih, yang memiliki identitas asli bernama Alana, diperankan oleh Pevita Pearce.
Melansir dari Kumparan, dari kecil, Alana memiliki masalah mengendalikan amarahnya. Tak berhenti di situ, Alana juga kerap mengalami mimpi buruk soal ia dibisiki oleh sosok yang berasal dari api.
Saat dewasa, masalah itu makin menjadi-jadi, malah bertambah. Ia memiliki masalah dengan Prayogo Adinegara (Surya Saputra), seorang pengusaha yang berniat menindas dan menghabisi rakyat miskin. Di baliknya, misi Prayogo itu memiliki keterkaitan dengan bangkitnya panglima perang dari kekuatan jahat.
Sebelum misi itu terwujud, beruntung Alana bertemu dengan Eyang Mariani, seorang penjaga warisan dari kelompok Jagabumi. Mariani menjelaskan bahwa Alana adalah titisan Dewi Asih dan ditakdirkan untuk memberantas kekuatan jahat. Dari situ, dimulailah petualangan Alana sebagai Sri Asih.
Sebagai prekuel dari Gundala, film ini menjawab pertanyaan soal kemunculan Sri Asih di film tersebut. Penjelasan kostum yang dipakai oleh Sri Asih juga dijelaskan dengan simple dan tanpa bertele-tele. Walau begitu, perlu digarisbawahi, film ini bukan sekuel dari Gundala melainkan prekuelnya. In some way, film ini menset segala konflik yang terjadi di Gundala dan ke depannya.
Secara plot cerita di filmnya sendiri, alur yang disajikan terasa pas dan ringan untuk diikuti. Penuturan di first act dan second act memiliki pace yang cukup baik walaupun pada final act agak terasa rushing seperti dipaksa untuk segera rampung. Apakah merusak kenikmatan menonton? Untungnya tidak karena kekurangan itu ditutup laga yang asyik dilihat.
Karakter yang ditampilkan memiliki porsi yang pas. Hal itu merupakan salah satu pencapaian tersendiri mengingat film ini bertabur bintang mulai dari Pevita sendiri, Jefri Nichol, Reza Rahadian, Jourdy Pranata, Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, hingga Christine Hakim. Semua mendapat screentime yang cukup, namun memiliki peran yang integral ke keseluruhan cerita
Dari nama-nama di atas, duo Dimas Anggara dan Jefri Nichol sebagai Kala dan Tangguh adalah scene stealer.Mereka memberikan warna tersendiri ke film Sri Asih. Bumbu humor berada di love hate relationship mereka.
Sayangnya, meski berbagai karakter memiliki screentime cukup, hal itu tidak didukung motivasi yang convincing. Motivasi dari Prayogo, misalnya, tergolong dangkal. Jika dibandingkan dengan Pengkor di Gundala, Pengkor terlihat lebih kejam dan mengancam karena pendekatan no holds barred-nya.
Kekurangan itu diperburuk beberapa pertanyaan yang di-setup namun tidak terhawab hingga akhir film. Akan ada beberapa hal yang bikin kalian mengatakan “bagaimana bisa” dan mengerutkan dahi. Yah, setidaknya, seperti disampaiakn di atas, hal itu tertutup dengan final fight yang berkesan.
Seperti film-film superhero Marvel, siap-siap ada banyak kejutan di film ini. Ghazul dan Ganda Hamdan, yang sudah muncul di trailer, diperlihatkan memiliki masterplan jahat yang kemudian dieksplor di Gundala. Ada juga cameo lain yang akan bikin kalian tepuk tangan.
Selain Cameo, kejutan lainnya juga berupa easter egg. Tak perlu khawatir bagi yang tidak membaca komiknya, penuturannya tetap bisa menjadi pondasi bagi Jagat Sinema Bumilangit. Namun, bagi yang membaca komiknya, pasti bisa mengambil banyak info hanya dari easter eggs yang ada.
Dari scoring dan sinematografi sudah jauh meningkat dari film Gundala, walaupun berada di titik aman dalam permainan kamera. Tidak ada beauty shot yang berkesan seperti di Gundala. Nah, soal efek visual yang digadang-gadang sebagai alasan diundurnya film ini terbayar tuntas. CGI-nya terbilang cukup rapih, bahkan keren untuk ukuran film Indonesia. Tanpa adanya paksaan, penulis bisa bilang jangan khawatir soal ini.
Afterall, film Sri Asih membuktikan bahwa standar perfilman Indonesia telah naik lagi dengan segala aspek yang dihadirkan oleh Joko Anwar dan Upi. Sri Asih menjadi standar tinggi bagi studio lain dalam menggarap film superhero Indonesia.