Mulai bulan depan, beli mobil dan rumah bisa tanpa DP atau uang muka. Hal ini dilakukan pemerintah untuk membangkitkan ekonomi dan merangsang belanja kelompok menengah atas.
Bahkan pajak beli mobil pun dibebaskan oleh. Dengan kebijakan ini, banyak orang kaya tepuk tangan.
Kebijakan ini disahkan Bank Indonesia (BI) Kamis (18/2/2021). Gubernur BI Perry Warjiyo berharap, kebijakan ini bisa menstimulasi daya beli mobil serta properti dalam negeri yang lesu akibat hantaman pandemi Corona.
Aturan DP nol persen untuk beli mobil ini berlaku untuk semua jenis kendaraan. “Tentu dengan memerhatikan prinsip kehati-hatian. Mulai berlaku dari 1 Maret hingga 31 Desember 2021,” ujar Perry.
BI juga melonggarkan loan to value kredit dan pembiayaan properti menjadi 100 persen. Relaksasi ini berlaku untuk semua jenis properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, ruko, hingga rukan bagi bank yang memenuhi kriteria. Kebijakan ini juga berlaku efektif dari 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021.
Perry menambahkan, DP nol persen dapat diberikan jika bank atau perusahaan pembiayaan memenuhi ketentuan rasio kredit/pembiayaan bermasalah (NPL) secara bruto di bawah 5 persen.
Setelah program ini habis, BI akan mengevaluasi untuk menentukan diperpanjang atau tidak. “Tentu saja diharapkan mendorong pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Kebijakan ini membuat pengembang dan industri otomotif girang. Ketum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menyebut, kebijakan ini membawa angin segar di dunia properti.
Kebijakan ini dianggap baik lantaran dibarengi dengan kolaborasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menurunkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) atau penurunan faktor resiko.
Menurut Totok, jika faktor risiko melalui ATMR diturunkan, otomatis perbankan lebih mudah memberikan kredit ke masyarakat. “Kami optimis kebijakan ini mampu meningkatkan pembelian properti. Selama ini, pembelian properti melalui kredit sangat sulit,” kata Totok, kemarin.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto juga yakin, insentif akan menggairahkan daya beli mobil. Sebab, insentif tidak hanya berdampak pada penurunan harga kendaraan, tapi juga kemudahan pembiayaan.
“Ini tambahan kemudahan. Ditambah ada penurunan suku bunga dari BI rate hanya 3,75 persen,” ujar Jongkie.
Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, relaksasi tersebut menunjukkan masih seretnya pertumbuhan kredit, sekaligus semakin meningkatnya risiko berusaha yang berimbas pada perlambatan ekonomi.
Dia memandang, kebijakan ini tak akan berdampak signifikan terhadap penyaluran kredit. Soalnya, aktivitas bisnis saat ini masih loyo dan pengusaha cenderung menahan untuk melakukan ekspansi bisnis.
“Meskipun suku bunga acuan turun, demand dan supply kredit masih akan terbatas. Penyaluran kredit tidak serta merta terjadi,” kata Piter.
Ia justru mengingatkan potensi peningkatan rasio kredit bermasalah, baik di bank maupun perusahaan pembiayaan (multifinance). Menurutnya, penting bagi OJK menyiapkan mitigasi, mengingat kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih.