Vihara Bahtera Bhakti atau Kelenteng Da Bo Gong, yang terletak di Jalan Pantai Sanur No 5, Binaria Ancol, Jakarta Utara, menyimpan nilai sejarah yang begitu penting bagi umat Islam di Jakarta.
Sebab di dalam sebuah kelenteng tempat sembahyang umat Konghucu tersebut terdapat makam Embah Said Areli Dato Kumbang dan istrinya, Ibu Enneng yang merupakan tokoh penyebar agama Islam.
Juru kunci Makam di kelenteng Da Bo Gong, Parto mengatakan, Mbah Said merupakan penyebar agama Islam di Jakarta yang keberadaanya jauh sebelum Wali Songo.
Di ruang makam memang terdapat tempat menaruh hio yang biasa digunakan oleh umat Konghucu untuk berdoa. Meski begitu di ruangan itu juga umat Islam mendoakan Embah Said. Di ruang kelenteng tersebut juga terdapat alat ibadah baik untuk Konghucu maupun Islam.
Parto kemudian bercerita tentang sosok Embah Said yang dia ketahui. Menurutnya Said adalah ulama sebelum Wali Songo hadir.
“Embah Said itu ulama zaman terdahulu, adanya sebelum Wali Songo. Jadi Embah Said itu seorang muslim,” kata Parto.
Parto tidak tahu pasti kapan Embah Said lahir atau dibesarkan. Menurutnya, Said tidak dibesarkan di Jakarta atau Batavia. Pun bukan berasal dari Kerajaan Padjadjaran seperti istrinya.
“Terakhir tinggal di sini. Wafat di sini. Beliau ini dulunya tidak menetap di sini, mereka kan berkelana menyiarkan agama Islam tapi menetap terakhir di sini,” kata pria yang telah 26 tahun menjaga makam tersebut.
Berdasar cerita pendahulunya, Parto mengatakan makam Said ditemukan oleh pemilik tanah di lokasi tersebut. Seiring berjalannya waktu pemilik tanah juga merawat makam tersebut. Namun ia tidak tahu waktu pastinya.
“Dulu tanah itu kan siapa yang ngurus maka jadi miliknya. Nah, dulu tuh yang ngurus tanah di sini kebetulan menemukan makam ini akhirnya jadi pengurusnya,” kata pria asal Semarang itu.
Hubungan Embah Said dan Konghucu
Terkait hubungan Said dengan umat Konghucu, Parto mengatakan hal itu berasal dari menantu Said yaitu Sampo Soei Soe yang merupakan muslim asal Tiongkok yang bekerja sebagai juru masak Laksamana Cheng Ho. Ia menikah dengan anak Said, Siti Wati.
“Karena kan menantunya (Said) dari China ya. Orang Chinese itu kan menghormati leluhur,” kata Parto.
Cerita berbeda dituturkan oleh Humas kelenteng Da Bo Gong atau Vihara Bahtera Bhakti, Apriyanto. Menurutnya Said pernah bekerja sebagai juru ketik di Kerajaan Padjadjaran.
“Dia kan dulu kawin dengan Ibu Enneng. Ibu Enneng masih ada keturunan kerajaan Padjadjaran, jadi dia juru tulis. Tidak tahu wilayahnya di mana saya juga sampai sekarang masih mencari-cari gitu untuk melengkapi ceritanya,” kata Apriyanto.
Meski begitu Apriyanto tak menampik bahwa Said adalah seorang ulama pada masa lalu. Hal itu terlihat dari hadirnya beberapa santri yang berziarah ke makam Said.
“Kalau untuk dikunjungi sama santri-santri yang kemari berarti kemungkinan ulama. Karena mereka santri-santri dari Mbah Priok atau yang lain sering mengadakan tahlilan di sini, pengajian di sini. Berarti kan mungkin dari struktur keturunannya ada. Apalagi namanya Mbah Said Areli Dato Kumbang, itu kan untuk daerah Samudera Pasai sana,” kata Apriyanto.
Menurut Apriyanto, Said hidup sekitar tahun 1300. “Atau menjelang akhir 1300-an. Vihara ini aja kan tahun 1420-an,” kata Apriyanto.