Presiden Jokowi akan melarang penjualan rokok batangan atau eceran. Kebijakan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, mengaku hingga saat ini larangan penjualan rokok batangan masih belum ada. Dia dengan tegas menolak kebijakan larangan penjualan rokok batangan mulai 2023.
“Kami dari Industri Hasil Tembakau (IHT) tidak sependapat terkait larangan penjualan ketengan ini,” ujar Benny dikutip dari kumparan, Selasa (27/11).
Menurut dia, aturan yang digagas Kementerian Kesehatan tersebut belum tentu bisa sejalan dengan tujuan pemerintah menurunkan prevalensi merokok di usia remaja. Sebab, pembelian rokok bisa dilakukan anak di bawah umur dengan patungan bersama teman.
“Padahal sesuai dengan aturan yang sama, sudah jelas dalam setiap bungkus rokok tertera tulisan dengan huruf besar Dilarang menjual atau memberi pada anak usia di bawah umur dan seterusnya,” katanya.
Tidak hanya itu, larangan penjualan rokok batangan justru akan memaksa orang dewasa yang tadinya mengkonsumsi rokok dalam jumlah sedikit menjadi lebih banyak. Padahal, kata Benny, mereka biasanya hanya menghabiskan 2 hingga 3 batang rokok setiap harinya.
Saat ditanya dampak dari kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat, ia mengaku belum memiliki data terkait penurunan pembelian rokok. Meski begitu, Benny menilai larangan penjualan rokok batangan kian memperumit industri ini.
“Larangan penjualan batangan akan lebih merepotkan Industri Hasil Tembakau yang sudah sangat banyak dan ketat regulasinya,” ungkap dia.
Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Tulus Abadi mengapresiasi kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan. Hal ini merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif menurunkan prevalensi merokok di Indonesia, khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak-anak, dan remaja.
“Larangan penjualan rokok secara ketengan ini kebijakan yang patut diapresiasi,” jelas Tulus.
Menurut dia, larangan penjualan rokok batangan juga efektif untuk efektivitas kenaikan cukai rokok. Pasalnya, selama ini kenaikan cukai tidak efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok.
“Karena rokok masih dijual secara ketengan, diobral seperti permen, sehingga harganya terjangkau,” tuturnya.
Selain itu, pelarangan penjualan rokok secara batangan juga sejalan dengan semangat yang diatur dalam UU No 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dalam UU Cukai disebutkan bahwa barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.
“Yang harus diawasi adalah praktik di lapangan seperti apa dan apa sanksinya bagi yang melanggar. Jangan sampai larangan penjualan ketengan ini menjadi macan ompong,” ujarnya.