Sri Astari Rasjid lahir 26 Maret 1953 merupakan seorang seniman yang berkarya dalam seni lukis dan seni patung.
Sri Astari Rasjid dilantik Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk menjabat Duta Besar Indonesia untuk Bulgaria merangkap Albania dan Makedonia Utara sejak 2016 hingga 2020.
Ia merupakan istri dari Haroen Al Rasjid, Presiden Direktur PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) periode 1977-1994 dan Presiden Komisaris PT CPI periode 1994-2003, dan memiliki empat orang anak.
Pada tahun 1973, Astari mengenyam pendidikan di jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia, lalu melanjutkan pendidikan Advanced Painting di Universitas Minnesota, AS. Pada tahun 1988.
Astari mengikuti Painting Course pada Royal College of Art di London, Britania Raya. Dia telah meraih penghargaan, di antaranya Philip Morris Indonesian Art Awards VI (1999).
Astari menerima bintang penghargaan Madara Horseman-1st Degree dari Presiden Bulgaria, Rumen Radev pada 25 Juni 2020.
Astari meninggal dunia di Farrer Park Hospital, Singapura, 11 Desember 2022 pukul 19.48 waktu Singapura.
Tema dalam Berkarya
Astari umumnya membuat karya dengan tema kehidupan perempuan Indonesia yang dibentuk oleh beragam faktor dalam lingkungan sosial.
Banyak dari karyanya yang mengeksplorasi masalah dan tekanan yang muncul akibat modernisasi, demokratisasi, globalisasi, dan kebebasan dalam kehidupan urban perkotaan yang bertentangan dengan budaya patriarki dan komunal yang mengakar dalam lingkungan perempuan Indonesia.
Benda sehari-hari yang mencirikan perempuan, seperti tas tangan, merupakan motif yang sering digunakan Astari dalam seni patung karyanya. Contohnya adalah patung “La Vie En Rose” (2006), menampilkan tas tangan yang diisi dengan mawar dan senapan.
Dilansir Jawapos.com, karya Sri Astari Rasjid Sembilan Mutiara dari Surga merupakan karya instalasi pertunjukan epikal, yang berkonsep kekinian dan diiluminasi kultural dalam eksekusi di situs arkeologi Warungboto, Jogjakarta.
Esensi yang menyatukan kearifan lokal dengan memori masa lalu dan dihubungkan semangat masa kini menandakan semakin berkembangnya visi spiritual maupun universal dalam evolusi seni rupa kontemporer.
Kadang karya Sri Astari terasa visioner. Home, misalnya, yang merupakan instalasi versi raksasa dari tas yang branded seperti Kelly. Berbentuk seperti kandang ayam raksasa, yang terkunci, diisi dengan sosok perempuan.
Awalnya bermakna kritik gender mengenai anggapan bahwa tempat perempuan hanyalah di rumah, kini ternyata rumah sebagai simbol seluruh umat manusia yang dipaksa virus Covid-19 untuk stay di rumah saja.
Begitu pun karyanya berjudul Contestants yang seakan memprediksi masa depan dengan kekuatan China, Indonesia, dan India. Lukisannya berupa tiga perempuan elite yang masing-masing berbusana cheongsam. Kebaya dan sari masing-masing sebagai mewakili negaranya, China, Indonesia, dan India, berlatar belakang The Wall Street Journal dengan gambar Borobudur dan catatan indeks bursa efek.
Pembacaan kembali kultur Jawa yang dilakukan Sri Astari di awal praktik artistiknya, pada zaman ketika hampir semua seniman berpaling ke seni rupa Barat, merupakan visi ke depan yang mewujud dalam karya dan kekaryaan. Sri Astari termasuk karya untuk Paviliun Indonesia di Venice Biennale tahun 2013.
Source: Wikipedia/JawaPos