Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabag Banops) Densus 88 Polri Kombes Pol Aswin Siregar menyatakan tidak tertutup kemungkinan akan meringkus kembali pihak yang terkait jaringan teroris JI. Bahkan dia menyebut tangkapan berikutnya bisa menggegerkan publik.
“Ini masih banyak lagi sebenarnya. Nanti mungkin, kita tidak mau berandai-andai, bahwa kalau ada penangkapan selanjutnya, nanti akan mengejutkan lagi, siapa lagi nih orangnya?” ujar Aswin saat konferensi pers di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021).
Namun, Aswin mengatakan siapapun yang ditangkap oleh Densus 88 nantinya maka publik diharapkan tidak meributkan status atau jabatan yang bersangkutan. Sebab yang menjadi dasar dari Densus 88 bertindak adalah adanya bukti keterlibatan yang cukup terkait perkara terorisme.
“Kita ingin membuat publik mengerti apa yang menjadi dasar bagi Densus 88 dalam bertindak, yaitu bukti permulaan yang cukup terkait perkara tersebut. Jadi jika nanti ada penangkapan, agar kita semua tidak lagi meributkan status para tersangka yang ditangkap, khususnya secara sosial, politik dan institutional,” jelas Aswin, Selasa (30/11).
Kabag Banops Densus 88 Polri ini juga menegaskan penangkapan dilakukan semata-semata berdasarkan alat bukti yang dimiliki oleh penyidik Densus 88. Karenanya, dia meminta publik tidak salah mengartikan bahwa pihaknya sudah menargetkan pihak-pihak tertentu dari jauh-jauh hari.
“Jadi tidak ada menyasar siapapun. Penyidik hanya mendasarkan penangkapan tersangka berdasarkan alat bukti yang diperoleh dari investigasi kami,” ujarnya.
Sementara, Peneliti Ruangobrol Kharis Hadirin mengaku tak heran jika benar ada nama besar yang diangkut ke depan. Sebab menurutnya dari informasi grassroots dalam jaringan JI, banyak diketahui bahwa nama-nama besar terlibat sejak lama, mulai dari akademisi hingga politisi.
“Kalau sampai terjadi, akan ada dua kemungkinan soal siapa yang bakal diangkut. Pertama, dari kalangan pengamat/akademisi. Kedua, politisi. Karena ada beberapa nama yang setahu saya dulu pernah ‘diduga’ ikut terlibat dan dipakai oleh jaringan, tapi sampai sekarang masih tetap aman dan bebas. Orang-orang ini punya nama besar dan cukup punya pengaruh,” jelas Kharis.
Keterlibatan mereka pun ditengarai sudah sejak lama, bahkan diduga sebelum kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terjadi.
Menurutnya nama-nama ini bermain dua kaki, dimana di satu sisi mereka memainkan posisi mereka sebagai pejabat yang memiliki otoritas, namun di sisi lain bermain di grassroots memainkan isu agama di kelompok-kelompok Islam yang semuanya mengarah ke JI.
Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Kharis mengatakan beberapa nama besar ini juga kerap bermunculan di televisi dan menjadi media darling. Selain itu, mereka diketahui berasal dari oposisi dan terlibat aktif dalam demonstrasi Persaudaraan Alumni (PA) 212.
Hanya saja, dia menegaskan diangkut tidaknya mereka ke depan bukan dikarenakan menyandang status tertentu seperti oposisi, melainkan karena keterlibatan dalam jaringan terorisme. Meski tak mengetahui peran mereka secara rinci, Kharis menyebut nama-nama besar ini bisa dianggap sebagai simpatisan.
Jadi ketika beberapa tokoh JI memiliki persoalan, nama-nama ini akan membantu menyelesaikan atau mengcover tokoh tersebut.
“Mereka ini kelompok oposisi lah, dan mereka itu rata-rata dulu mendukung Prabowo semua. Sampai sekarang mereka masih tetap oposisi. Mereka ini statusnya personal tidak, tapi masalahnya sering dimanfaatkan oleh partai. Karena mereka itu punya nama besar dan profesi yang mereka geluti memungkinan mereka memegang jabatan itu. Dari sejumlah nama yang saya tahu gelarnya bagus-bagus dan mereka sering tampil di televisi kok dan termasuk salah satu media darling. Cuma media darlingnya yang versinya oposisi,” ujarnya.
“Yang pasti terkait kinerja Densus, saya pikir mereka bekerja sudah berbasis data lapangan. Artinya mereka tidak mungkin asal sebut nama, pasti sudah mengantongi data kongkrit sebelum turun lapangan dan sudah punya listnya soal siapa yang bakal diangkut,” imbuhnya.