Pemerintah berencana menaikkan harga tiket Commuter Line atau tiket KRL pada 2023. Plt. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Risal Wasal, mengatakan pihaknya masih terus mengkaji ulang besaran tarif tiket KRL. Sehingga tidak memberatkan masyarakat dan tidak terlalu membebankan anggaran subsidi (Public Service Obligation/PSO).
“Semoga tahun depan akan ada kabar baik mengenai tarif Tiket KRL ini,” kata Risal dalam keterangan tertulis dikutip dari kumparan, Selasa (13/12).
Risal mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir mengenai penyesuaian tarif Tiket KRL. Sebab, tidak akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek hingga akhir tahun ini.
Ia menjelaskan kajian tentang penetapan tarif tersebut memang memperhatikan tingkat kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar tiket KRL. Kenaikan tarif KRL juga menimbang beban operasional KRL dan kebutuhan subsidi yang akan dianggarkan.
Menurutnya, peningkatan tarif operasional KRL Jabodetabek selalu terjadi akibat inflasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan komponen-komponen biaya yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan subsidi PSO terus bertambah dan menjadi kontraproduktif terhadap upaya pembangunan yang masih terus berlangsung.
“Tarif KRL hari ini adalah hasil hitung-hitungan pada tahun 2015, tentu sudah tidak relevan dengan hitungan hari ini. Namun kami memahami bahwa ekonomi masyarakat sangat terdampak dengan adanya pandemi, sehingga kajian lebih lanjut masih kami lakukan untuk menimbang penyesuaian tarif ini,” terang Risal.
Rencana Tarif KRL Terbaru
Plt Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, Arif Anwar, pada 12 Januari 2022 lalu mengungkapkan pihaknya sudah menggelar survei Ability To Pay (ATP) atau kemauan seseorang untuk membayar dan Willingness To Pay (WTP) atau kemampuan seseorang untuk membayar.
Arif menjelaskan, teknis survei menggunakan direct interview ke penumpang dengan sistem pertanyaan terpandu atau leading question.
“Interview dilakukan pada slot waktu keberangkatan karyawan kantor atau office workers rush hour pada pukul 06.30 sampai 08.30 di dalam dan sekitar stasiun,” ungkap Arif saat webinar yang digelar INSTRAN, Rabu (12/1).
Teknik survei menggunakan sistem stratified random sampling dengan cara memilah penumpang pria dan wanita secara hitung manual. Total responden semua lintas yaitu Bogor, Bekasi, Serpong, dan Tangerang sejumlah 6.841 orang yang terbagi responden pria 51 persen dan wanita 49 persen.
“Kemudian untuk tujuan maksud perjalanannya untuk bekerja 53 persen, untuk produktif di sini adalah bekerja informal 23 persen, untuk leisure itu wisata dan sebagainya 8 persen, dan lain-lain 18 persen,” ujar Arif.
Dari survei yang dilakukan dihasilkan untuk di Bogor rata-rata ATP Rp 8.572 dan WTP Rp 6.000. Di Bekasi rata-rata ATP Rp 9.327 dan WTP Rp 4.000. Di Serpong rata-rata ATP Rp 7.439 dan WTP Rp 4.000. Di Tangerang rata-rata ATP Rp 7.606 dan WTP 4.500. Sehingga total rata-rata ATP adalah 8.486 dan WTP 4.625.
Hasil survei tersebut juga dinilai masih berada pada tahap diskusi. Oleh karena itu, ia akan mengusulkan penyesuaian tarif kurang lebih sebesar Rp 2.000 untuk 25 km pertama.
“Jadi kalau yang semula berdasarkan Peraturan Menteri tarif semula sebesar Rp 3.000 per 25 km pertama ini akan dinaikkan menjadi Rp 5.000. Kemudian per 10 km selanjutnya tetap kenaikan Rp 1.000. Nah ini yang masih kami diskusikan,” tutur Arif.