Tilang manual kembali diberlakukan terhadap terduga pelanggar lalu lintas. Kembali berlakunya sistim tilang ini merujuk Surat Telegram Nomor: ST/380/IV/HUK.6.2/ 2023 tentang Pemberlakuan Tilang Manual.
Dalam Surat Telegram terkait tilang manual itu, disebutkan sejumlah pelanggaran yang bisa dilakukan penilangan secara manual, seperti berkendara di bawah umur, berboncengan lebih dari satu orang, menggunakan ponsel saat berkendara, menerobos lampu merah, tidak mengenakan helm, dan melawan arus.
Kemudian, melampaui batas kecepatan, berkendara di bawah pengaruh alkohol, kendaraan tidak sesuai dengan spesifikasi (spion, knalpot, lampu utama, rem, lampu petunjuk arah), menggunakan kendaraan tidak sesuai peruntukannya, kendaraan overload dan overdimensi (ODOL) dan kendaraan tanpa tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) atau TNKB palsu.
Pengamat kepolisian, Alfons Loemau merasa bingung dengan kebijakan yang semula dilakukan tilang secara elektronik dan kini kembali ke manual. Apabila tilang dilakukan secara elektronik maka fungsi manusia yang mempunyai kebijakan sebelumnya sudah tidak ada. Seorang pelanggar akan langsung membayar ke lokasi yang sudah ditentukan.
“Kan sekarang manual kembali manusia, setiap menggunakan sistem manusia yang purba seperti itu akan menimbulkan kemungkinan bolong-bolong yang menimbulkan permainan lagi,” kata Alfons dikutip dari merdeka.com, Sabtu (20/5).
“Jadi menurut saya, sebuah sistem berubah-ubah begini agak membingungkan. Ini kan pekerjaan birokrasi negara yang terukur dan menurut saya ada penelitian sebelumnya secara akademis kan? Jadi jangan selera saja semau-maunya, besok kita elektronik, besok manual. Kita yang mengatur kepentingan ataupun hak hajat hidup orang banyak ini harus diatur undang-undang, undang-undang melalui sebuah proses yang sudah penuh pertimbangan begitu,” imbuhnya.
Meskipun adanya pengawasan terhadap para petugas lalu lintas yang akan melakukan penindakan secara manual di jalan, hal itu tetap tidak akan menjadi jaminan. Alasannya, seorang pemimpin belum tentu bisa memantau kinerja anggotanya hingga 24 jam.
“Memang pimpinan mana yang siang malam ataupun 24 jam ikuti anggota di jalan. Pimpinan berapa orang sih, anggota yang menilang berapa orang sih, kan sangat lebar kawasan permukiman apakah sela-sela kontrol pengawasan gitu,” ujarnya.
Ketahuan Pungli Dipidana
Menurutnya, apabila ada seorang anggota yang terbukti melakukan aksi pungli atau menerima uang damai saat menindak pelanggar lalu lintas, maka petugas tersebut bisa saja dikenakan sanksi pidana.
“Nah kalau misalnya ada anggota lalu lintas yang melakukan pungli di jalan atau menyalahgunakan kewenangannya, seharusnya ini bukan disiplin, pidanalah, ini meras kok, pemerasan. Ada masuk pasal begitu kan? Jadi harus tegas kapan pelanggaran, kapan pemidanaan proses hukumnya kan,” ujarnya.
“Terus kalau selama dikerjakan oleh orang perorangan, sistem tilang manual, ini sangat membuka peluang,” tambahnya.
Petugas Harus Bersikap Tegas
Sanksi dugaan pungli bisa juga dikenakan terhadap para pelanggar yang melakukan penyuapan terhadap petugas yang melakukan penilangan. Namun, hal ini kembali lagi kepada petugas yang memang memiliki ketegasan saat berada di lapangan.
Pungli ini bisa saja tidak terjadi, apabila antara petugas dengan masyarakat bisa saling seimbang. Selain tertib berlalu lintas, para pelanggar atau petugas juga tidak akan melakukan aksi pungli.
“Saya akan keras kalau kamu ini dikenakan sanksi beri suap, mau enggak petugasnya tegas begitu. Lebih baik dia lepaskan orang dia tegur, atau kalau enggak dia bilang, kalau kamu mau kasih, saya proses kamu, karena menyuap petugas. Mau enggak petugasnya bilang begitu kan. Itu antara masyarakat dan petugas bisa seimbang untuk berubah gitu,” paparnya.
“Tetapi kalau petugasnya juga begitu, begitu masyarakat mengimbau ini loh ada uang pak Rp100-500 terus dia mau terima, sampai kapan pun pungli ini jalan. Karena kedua belah pihak, masyarakat rayu, yang dirayu pun tergoda. Harusnya kan sebagai petugas, dia berpegang kepada janji dan pekerjaan jabatan, karena dia makan gaji itu kan,” sambungnya.
Propam dan Itwasda Diturunkan
Sementara itu, pengamat transportasi, Budiyanto ingin agar personel Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) ikut dilibatkan dalam penindakan atau tilang secara manual.
“Peranan dari Propam, Itwasda dan masyarakat secara umum saya kira menjadi bagian cukup penting untuk dilibatkan sebagai bentuk partisipasi pengawasan agar lebih maksimal,” ujar Budiyanto.
Karena, dengan melibatkan personel Propam dan Itwasda, maka terhadap anggota yang diduga melakukan pungli akan dilakukan sanksi disiplin hingga pidana.
“Anggota yang melakukan penyalahgunaan wewenang dapat dikenakan aturan disiplin, kode etik maupun pidana umum. Ini merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Polri agar penggunaan tilang manual lebih efektif dan tepat sasaran,” ucapnya.
Lalu, terkait dengan kebijakan tilang manual yang kembali diberlakukan, dia pun memberikan sejumlah catatan, yakni tidak diperbolehkan untuk melakukan razia.
“Penekanan pada cara hunting sistem dan tertangkap tangan. Petugas penilang sampai dengan memiliki kkep penyidik/ penyidik pembantu atau sertifikasi penindakan yang dikeluarkan dari BNSP,” ungkapnya.
“Tidak ada istilah uang titipan, pelanggar langsung nitip uang denda ke bank yang telah ditunjuk. Apabila ditemukan penyalahgunaan wewenang oleh petugas, akan dilakukan pemeriksaan terhadap oknum yang melakukannya dan 2 tingkat di atasnya,” sambungnya.
Menurutnya, momentum ini dapat digunakan oleh Korlantas Polri agar mengakselerasikan pengadaan CCTV dengan meningkatkan anggaran dan memanfaatkan kemitraan dengan Pemda dan Instansi lain yang konsen dengan permasalahan tersebut, seperti Jasa Marga.
“Karena, kalau tilang manual dalam jangka panjang tetap diadakan terkesan kita setback atau mengalami kemunduran. Dan yang perlu kita sadari bahwa membangun disiplin tertib berlalu lintas merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Membangun kemitraan dalam menangani masalah tersebut sebagai cermin kepedulian dan tanggung jawab bersama,” pungkasnya.