Kewajiban penumpang pesawat menjalani tes PCR tengah menjadi sorotan publik. Meski diprotes pemerintah tetap bersikukuh menerbitkan kebijakan melalui Kementerian Perhubungan yang telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Kemenhub Nomor 88 Tahun 2021.
Salah satu ketentuan di dalam surat edaran tersebut adalah syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat. Sebenarnya, aturan tersebut telah ditetapkan sejak 21 Oktober lalu. Namun, pemberlakuannya baru per hari ini, Minggu (24/10/2021).
Syarat wajib tes PCR penumpang pesawat tersebut berlaku untuk penerbangan dari dan ke bandara di Pulau Jawa dan Bali. Sementara itu, untuk penerbangan dari dan ke badar udara di luar wilayah Pulau Jawa dan Pulau Bali masih diizinkan menggunakan hasil rapid test antigen.
Terkait kebijakan ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyindir kewajiban tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pengguna moda transportasi udara.
Ia bahkan menduga para penumpang pesawat sengaja dipaksakan menjalani tes PCR demi menghabiskan stok material tes PCR. “Saya menduga sektor udara ‘dikorbankan’ untuk menghabiskan material tes PCR yang sudah kadung diimpor,” ujar Tulus, Selasa (26/10/2021).
Tulus menduga pihak importir sudah terlanjur mendatangkan banyak material tes PCR dari luar negeri. Pihak importir bisa gagal meraup keuntungan bahkan merugi bila stok tes PCR tak digunakan. Apalagi kasus Covid-19 di Indonesia terus menunjukkan penurunan.
“Jika material tes PCR tidak terserap oleh pasar, maka para importir material tes PCR akan rugi bandar. Mereka sudah kadung impor banyak, tapi Covid-nya melandai,” kata Tulus.
Dugaan tulus tersebut didasari keheranannya soal kewajiban tes PCR hanya kepada pengguna transportasi udara. Padahal moda transportasi lain mestinya wajib tes PCR juga bila mempertimbangkan penularan Covid-19.
Tulus juga menilai moda transportasi udara tergolong lebih aman dari penularan Covid-19 ketimbang moda transportasi lain. Sebab pesawat menggunakan HEPA filter guna menurunkan ancaman penularan Covid-19.
“Kalau pertimbangannya aspek perlindungan dan keamanan terhadap penularan Covid-19, maka transportasi darat dan udara yang wajib tes PCR bukan transportasi udara. Sektor udara paling rendah potensi penularannya,” pungkas Tulus.