Para korban pencabulan oknum calon pendeta GMIT di Alor, Nusa Tenggara Timur, mengaku selain disetubuhi juga dipaksa oleh pelaku berfoto bugil dan direkam video mesum.
Pelaku pencabulan yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka bernama Sepriyanto Ayub Snae atau SAS. Foto bugil dan rekaman video tersebut digunakan tersangka untuk mengancam para korban jika menolak diajak bersetubuh.
Hal tersebut diungkapkan Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu. Yames Jems Mbau. “Ada dugaan tersangka mengambil (merekam) video dan melakukan foto bugil terhadap para korban. Ini (foto dan video) yang dipakai tersangka untuk mengancam para korban jika menolak disetubuhi,” ujar Yames.
Menurut Yames dari hasil pemeriksaan saksi korban dan penyelidikan, tersangka SAS selalu mengancam akan menyebarkan video mesum yang direkamnya saat bersetubuh dengan korban.
SAS juga mengancam akan menyebarkan foto-foto bugil para korban. Ancaman tersangka itu yang membuat para korban pencabulan takut sehingga selalu menuruti perintah tersangka.
Dari ancaman itu pula tersangka berulangkali melalukan kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap belasan korbannya.
Kepada beberapa korban juga, tersangka SAS mengirim foto bugil mereka melalui pesan WhatsApp dan chat mesum tersangka kepada para korban.
Dengan dugaan tersebut maka penyidik juga menjerat tersangka dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia menyebutkan korban sebanyak 12 orang mayoritas berusia antara 13-16 tahun atau tergolong anak-anak. Dari jumlah ada 10 korban berstatus pelajar dua orang korban lainnya adalah dewasa berusia 19 tahun.
Kapolres Alor, AKBP. Ari Satmoko mengatakan jumlah korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual yang dilakukan SAS terus bertambah.
Hingga Sabtu (10/9) malam, korban mencapai 12 orang atau bertambah enam orang korban lagi yang telah melaporkan kebejatan Calon Pendeta tersebut ke pihak kepolisian.
“Iya nambah enam (jadi 12 orang),” ujar AKBP Ari Satmoko.
Disampaikannya, tambahan enam korban tersebut setelah penyidik mendapat informasi dan melakukan pengembangan. “Itu hasil pengembangan, sehingga ditemukan lagi enam korban yang mau melapor,” kata Ari.
Kasus pencabulan ini terbongkar setelah dilaporkan oleh salah satu orang tua korban yakni Aner Musa Lakatai melaporkan SAS ke Polres Alor dengan Laporan Polisi nomor LP-B/277/IX/2022/SPKT /Polres Alor/Polda NTT tanggal 1 September 2022 tentang dugaan pencabulan.
Polisi mengungkap motif tersangka SAS mencabuli anak-anak karena tidak bisa menahan hasrat seksualnya.
Pencabulan dan persetubuhan juga dilakukan tersangka SAS dalam kompleks Gereja GMIT Siloam-Nailang, Desa Waisika Kecamatan Alor Timur Laut, Alor, tempat tersangka SAS melaksanakan tugas pelayanan sebagai calon pendeta atau Vikaris.
Perbuatan bejat tersangka SAS dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, sejak Mei 2021 hingga Mei 2022. Tersangka SAS bertugas sebagai Vikaris di Alor sejak Desember 2020 hingga Mei 2022 untuk menjalani masa vikaris.
Tersangka SAS, dijerat dengan pasal Pasal 81 ayat 5 Juncto pasal 76D Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang, Jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara