Polisi menangkap seorang pria bernama Aep Saepudin (50) atas kasus pencabulan terhadap 17 muridnya yang masih di bawah umur di Garut. Guru ngaji itu ditangkap di daerah Semarang, Jumat (26/6).
Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Deni Nurcahyadi mengatakan, terungkapnya kasus pencabulan yang dilakukan guru ngaji ini atas laporan dari salah satu orang tua korban. Dari hasil penyelidikan, pelaku bersembunyi di kediamannya di Semarang.
“Atau laporan itu kami langsung melakukan serangkaian penyidikan dan penyelidikan terkait tindak pidana ini dan berhasil mengamankan tersangka AS pada hari Jumat kemarin di rumahnya di daerah Semarang. Kami juga telah memeriksa beberapa korban dan melakukan visum terhadap mereka,” kata Deni, dikutip dari Kumparan, Kamis (1/6).
Deni menyebut, korban berjumlah 17 orang masih berusia 9 hingga 12 tahun. Pelaku sendiri datang ke rumah korban untuk mengajar langsung.
“Semuanya laki-laki dengan usia di antara 9 hingga 12 tahun, yang merupakan siswa yang diajar oleh AS di rumahnya,” ujarnya.
Dalam menjalankan aksinya, pelaku awalnya membujuk korban. Setelah nafsu bejatnya terlampiaskan, pelaku mengancam korban.
“Ada satu korban yang mengaku bahwa pelaku memasukkan kemaluannya ke dalam mulut korban. Setelahnya pelaku juga mengancam menggunakan kata-kata seperti ‘ulah bebeja kasasaha bisi diarah’ (jangan bilang siapa-siapa, nanti saya incar) untuk mengintimidasi korban agar tidak melaporkan tindakannya,” jelas Deni.
Aksi Pelaku Sejak 2022
Untuk memperkuat bukti, polisi telah melakukan visum terhadap korban. Sementara pelaku sudah mengakui perbuatannya. Dia beraksi sejak 2022 dan baru terungkap Mei 2023.
“Pelaku ini diketahui tinggal sendirian, dan kemungkinan ada kelainan seksual yang mendasari tindakannya. Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa pelaku juga pernah mengalami perlakuan serupa pada masa kecilnya, yang kemungkinan menjadi faktor pendorong untuk melakukan tindakan serupa kepada korban,” ucapnya
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 76 E dan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun ditambah 1/3 karena melibatkan lebih dari satu korban,” pungkasnya.
MUI Garut Sebut Pelaku Guru Ngaji Palsu
Sementara itu, Ketua MUI Garut KH. Sirodjul Munir menyebut, dari hasil interogasi yang dilakukan, pelaku mengaku berasal dari pesantren di Bayongbong. Setelah dicek, ternyata pelaku berbohong.
“Dengan adanya kasus ini kami sudah sepakat seluruh pengurus mengutuk perbuatan tersebut. Perbuatan cabul yang dilakukan oleh oknum guru ngaji tersebut itu satu yang g harus dicatat,” jelas Munir di Polres Garut.
“Kedua barusan saya melihat dan bertanya kepada yang bersangkutan kamu siapa nama dijawab, orang mana dijawab, kamu pesantren di mana di Al Hidayah Bayongbong, alamatnya di mana di Cinisti, berarti bohong karena Al Hidayah itu dari Al-Hidayah 1-4 itu bukan di Cinisti tapi di nangoh Desa Panembong tapi dia mengatakan di Cinisti,” tambahnya.
Munir menyebut, guru ngaji palsu ini juga tidak memiliki pemahaman agama yang baik. Bahkan pelaku tak mengetahui tentang sanad keilmuan yang dipelajarinya.
“Ketika saya tanya lagi mengatakan safinah kalau safinah wajar, tapi di situ dia bohong dia tidak punya sanad keilmuan dalam agama, tidak punya guru agama yang benar mungkin dia mengenal agama dari Google atau apa yang jelas tidak punya sanad keilmuan karena pernyataan beliau,” pungkasnya.