Ketua YLBHI Asfinawati menilai KPK saat ini sudah berada di ujung tanduk karena ada upaya penghancuran KPK. Asfinawati menyebut upaya penghancuran KPK sudah ada sejak lama dimulai dari peristiwa cicak-buaya jilid I.
Asfinawati bercerita awalnya upaya menghancurkan KPK itu dimulai saat penangkapan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Saat itu ada pimpinan KPK yang dikriminalisasi.
Kemudian, Asfinawati menyebut cicak-buaya jilid II terjadi saat Irjen Djoko Susilo ditangkap, juga saat itu penyidik senior KPK Novel Baswedan ditangkap saat itu.
Kemudian cicak-buaya jilid III terjadi saat Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Asfinawati mengatakan, dari rentetan peristiwa cicak-buaya jilid I sampai III ini, ada pencanggihan metode untuk menyerang balik KPK. Asfinawati menyebut saat ini koruptor sudah menggunakan metode baru untuk melemahkan KPK dengan cara menguasai KPK.
Menurut Asfinawati, metode baru ini berhasil. Bahkan dia mengatakan saat ini wujud KPK masih cicak, tapi di dalamnya sudah buaya.
“Jadi kalau kita lihat cicak-buaya I sampai III yang dilakukan dari luar, yaitu melakukan kriminalisasi. Nah, ketika cicak-buaya ketiga muncul serangan dari dalam, waktu itu ada kelompok masyarakat sipil membawa sebuah pengkhianat dari dalam itu ya, sebetulnya ditusukkan dalam plt-plt pimpinan itu yang tugasnya minimal menghambat, supaya KPK ini tidak terlalu prpgresiflah. Karena itu, kami melihat ada upaya baru, yaitu dia masuk juga lewat internal, mencoba mengkooptasi, dan bahkan menguasai secara penuh KPK. Wujud luarnya masih cicak, tapi di dalamnya sudah buaya. Siapa pun buayanya itu ya,” tutur Asfinawati seperti dilihat di diskusi Pukat UGM, Jumat (7/5/2021).
Asfinawati menilai peristiwa pelemahan KPK yang terjadi saat ini adalah akhir dari serangan koruptor. Asfinawati juga menilai upaya pelemahan KPK saat ini tergolong berhasil.
“Jadi cicak-buaya keempat ini betul-betul berseri-seri, serangannya bertubi-tubi dan sampai saat ini mereka masih relatif berhasil,” tutur dia.
Terakhir, Asfinawati mengatakan upaya pelemahan KPK ini adalah suatu tindakan untuk mengembalikan Indonesia ke Orde Baru, yakni korupsi di mana-mana. Menurut dia, sejarah akan mencatat siapa saja orang-orang di balik pelemahan KPK.
“Kalau kita melihat rangkaian tersebut, ini adalah tindakan obstruction of justice dan lebih dari itu dia bukan obstruction of justice satu per kasus, tetapi sebuah skenario untuk melakukan serangan balik koruptor agar Indonesia balik ke masa Orde Baru, penuh dengan korupsi. Dan karena itu, kalau petinggi negeri ini tidak bertindak, rakyat akan menyimpulkan tindakan-tindakan ini disetujui oleh pimpinan negeri,” ujarnya.
“Tentu saja sejarah akan mencatat siapa saja saat ini yang sedang duduk menjadi presiden, sedang duduk menjadi Menko Polhukam, sedang duduk menjadi Ketua MK dan hakim MK, dan sedang juga mencatat siapa yang di kursi DPR-MPR, siapa yang menjadi Ketua DPR, apa afiliasi parpolnya, apakah mereka memiliki keterkaitan satu sama lain, dan juga kasus-kasus yang dijadikan titik balik untuk menyerang pegawai KPK, rakyat akan mencatat itu, dan semoga pemilu akan datang rakyat memberikan suara kebenaran keadilan pada antikorupsi,” pungkasnya.