Azam Khan nama yang mendadak viral usai menyatakan “hanya monyet yang mau pindah atau membeli rumah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berlokasi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim)”.
Pernyataan Azam Khan yang cukup pedas ini membuat masyarakat geram khususnya warga Kalimantan Timur.
Azam Khan kini menuai sorotan publik setelah videonya bersama Edy Mulyadi terklait pernyataannya mengenai pemindahan ibu kota.
Azam Khan adalah pria yang duduk persis di samping wartawan senior Edy Mulyadi. Sejumlah orang ingin mencari tahu identitas pria yang duduk persis di samping Edy Mulyadi itu.
Ternyata, Azam adalah seorang pengacara. Dia tercatat pernah menjadi pengacara keluarga Dodi Triono dalam kasus pembunuhan Pulomas yang sempat menggemparkan publik pada 2017 lalu.
Sebuah akun Twitter @Cintada16 juga membongkar identitas terkait siapa Azam Khan. Dalam cuitannya di Twitter, juga terunggah sebuah foto-foto Azam Khan ketika menjadi narasumber sebuah program televisi nasional ILC dan pernah menjadi pengacara Rizieq Shihab.
Ada juga foto ketika Azam Khan memberikan pernyataan kepada media massa mengenai organisasi terlarang HTI yang menurutnya tidak bisa dibubarkan.
Pada postingan @Cintada16 lainnya, terdapat pula sebuah gambar yang mengungkap lebih lanjut tentang Azam Khan, tidak hanya sebagai pengacara Rizieq, tapi dirinya juga merupakan pengacara ormas terlarang FPI.
Azam Khan menyatakan dirinya tidak sudi pindah ke IKN Nusantara. Menurutnya, hanya ‘monyet’ yang ingin tinggal dan beli rumah di sana.
“Mana mau dia (Azam Khan) tinggal di Gunung Sahari pindah ke Kalimantan, Penajam sana, untuk beli rumah di sana. Mana mau!”, ungkap Edy Mulyadi dalam video yang beredar di berbagai media sosial itu.
“Hanya monyet”, celetuk Azam Khan memotong pernyataan Edy Mulyadi yang disertai dengan tawa orang-orang dalam forum tersebut.
Karena pernyataan kontroversial tersebut, Azam Khan dianggap sebagian orang telah menyinggung masyarakat Kaltim dan juga orang yang ingin tinggal di sekitar IKN.
Belakangan, Azam Khan menyampaikan permohonan maaf kepada publik terkait ucapannya tersebut. Ia berdalih konteks ‘monyet’ pada ucapannya tersebut merujuk pada dirinya sendiri, bukan masyarakat Kalimantan.