BPOM mengumumkan membawa dua industri farmasi (IF) ke ranah pidana karena kasus obat sirop dan kaitannya dengan kasus gagal ginjal akut pada anak.
Selain mempolisikan, BPOM juga memberi sanksi kepada dua perusahaan itu.
“Sanksi administrasi (berupa) pencabutan sertifikasi CPOB untuk obat cairan. Dengan demikian izin edar kedua industri farmasi tersebut dicabut,” kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam jumpa pers, Senin (31/10).
Kedua industri tersebut dibawa ke jalur pidana terkait dengan penggunaan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas batas aman. Kandungan EG dan DEG dibawa oleh pelarut bernama propilen glikol.
Kedua perusahaan tersebut, dikutip dari kumparan.
- PT Yarindo Pharmatama yang beralamat di Cikande, Serang, Banten.
Berdasarkan hasil pemeriksaan beberapa sumber sesuai ketentuan penyidikan didapati pelarut propilen glikol produk jadi juga bahan pengemas yang diduga terkait EG dan DEG melebihi batas aman.
“Disita barang bukti berupa bahan baku, pengemas, ada dokumen dokumen distributor penyalur ke arah mana. Jadi akan ditelusuri ke hulu,” ungkap Penny.
PT Yarido selama ini dikenal sebagai produsen obat sirop Flurin.
- PT Universal Pharmaceutical Industries (Unipharma) yang beralamat di Tanjung Mulya, Medan, Sumut.
Perusahaan ini merupakan produsen obat sirop Unibebi. Barang bukti yang disita BPOM dan polisi berupa Unibebi Demam Syrop, Unibebi Demam Drops, Unibebi Cough Syrup.
“Sebesar banyak sekali, 13 ribu, 15 ribu, 500 ribu. Dan bahan baku propilen glikol produksi Dow Chemical Thailand. Ini juga akan jadi jalur penelusuran menuju sumber produsen. Ada barang bukti bahan baku dan dokumen,” kata Penny.
Dalam jumpa pers pekan lalu, Penny menjelaskan pelarut yang digunakan untuk obat sirop harus melalui proses pemurnian farmasi yang panjang.
“Bahan baku harus menggunakan bahan farmasi pharmaceutical beda dengan bahan kimia untuk industri yang dikonsumsi manusia, misal cat. Tapi sekarang bisa masuk industri farmasi. Harusnya dengan grade farmasi pemurnian tinggi cemaran ini bisa hilang dari pelarut DG dan DEG,” jelas Penny, Kamis (27/10).
“Tapi kalau tidak pharmacy grade kita tak pernah tahu konsentrasinya berapa,” sambungnya.
Penny menambahkan, industri farmasi melakukan ini karena untuk menurunkan biaya produksi. Harga pemurnian tentu lebih mahal.
“Ini pasti terkait harga, semakin dimurnikan semakin pharmaceutical grade berbeda dengan kimia grade. Perbedaan harga sangat tinggi membuat penggunaan ilegal terjadi, ini masih ditelusuri,” jelas dia.
“Siapa dan ke mana lagi bahan pelarut tersebut diedarkan dan digunakan di mana lagi bahan pelarut yang berbahaya tersebut,” tutupnya.