Effendi Gazali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus korupsi bansos penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial.
Effendi Gazali mengaku tidak mengetahui peran CV Hasil Bumi Nusantara yang menerima kuota paket bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di Jabodetabek.
Effendi Gazali mengklaim tidak mengetahui perusahaan tersebut. Pengamat politik ini pun meminta penyidik KPK untuk mengonfirmasi langsung kepada pihak CV Hasil Bumi Nusantara.
“Mengenai ada PT atau CV itu saya katakan saya tidak kenal. Dan lebih gampang panggil saja PT atau CV-nya. Panggil dan konfrontasi ke saya apakah dia memang dapat ke situ, kapan dikasih dan kemudian apa urusan dengan saya,” ujar Effendi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Keterangan Effendi kali ini untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Matheus Joko Santoso. “Saya dapat panggilannya tadi malam melalui WA. Jadi, saya sampai sekarang belum terima surat panggilan secara resminya. Belum ada. Tapi, karena ini demi KPK, saya datang saja,” jelasnya.
Dilansir oleh CNNIndonesia.com, CV Hasil Bumi Nusantara mendapat kuota penyedia bansos tahap I sejumlah 162.250 kantong. Nilai kontraknya mencapai Rp48.675.000.000. Setidaknya terdapat 109 rekanan penyedia bansos bahan kebutuhan pokok atau sembako untuk wilayah Jabodetabek.
Total ada 14 tahap paket kontrak yang dikerjakan oleh ratusan rekanan tersebut. Masing-masing rekanan mendapat kuota dan nilai paket yang berbeda, mulai dari puluhan juta hingga ratusan miliar rupiah.
Pada temuan awal, KPK baru menemukan PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga telah menyetor fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos kepada bekas Menteri Sosial Juliari Batubara dan pejabat Kemensos.
KPK dalam kasus ini baru menjerat lima orang tersangka. Mereka ialah Juliari; PPK Kemensos, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso; serta dua pihak swasta Ardian I M dan Harry Sidabukke. Dua nama terakhir tengah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. (CNN)