Seorang ustad yang juga pimpinan Pondok Pesantren Surga Religi akui dirinya LGBT. Ustad yang bernama Zulfikar (37) ini menyebut bahwa dirinya adalah seotang pria yang mengalami penyimpangan seksual.
Pengakuan Zulfikar bahwa dirinya LGBT setelah dia ditangkap karena mencabuli santrinya sendiri berinisial S. Kini Zulfikar ditahan di Polres Polman.
Zulfikar menitip pesan untuk para pembencinya atau orang-orang yang menghujatnya, setelah kasus pencabulan seksual yang ia lakukan terhadap santrinya terbongkar.
Dia bahkan tidak malu mengakui dirinya LGBT atau seorang pria dengan penyimpangan seksual, yakni menyukai sesama jenis, dia menyebutnya sebagai sebuah penyakit yang tak bisa ia bendung.
“Saya juga manusia bisa, ini murni penyakit yang tidak bisa saya bendung, saya sudah sempat berobat,” kata Zulfikar.
Dia mengaku sudah berobat ke psikiater, bahkan sampai ke Tanah Suci untuk berdoa agar penyimpangan seksual yang ia alami terobati, namun tak berhasil.
“Mungkin di balik ini ada hikmah, perilaku saya jadi pelajaran jangan lagi ada fikar-fikar yang lain,” ia menambahkan.
Bahkan, tanpa malu Zulfikar masih sempat memberi nasehat untuk para pembenci atau hatersnya. “Untuk pembenci saya, jangan buat saya masuk surga sendiri,” katanya.
“Kejadian ini sudah sangat viral dan jadi buah bibir di masyarakat, sehingga jangan sampai dosa saya diambil kalian dan pahala kalian saya, karena yang untung adalah saya kan. Saling memperbaiki diri sendiri saja,” imbuhnya.
Zulfikar kini menjadi tersangka atas kasus pencabulan dan melanggar pasal 82 undang-undang perlindungan anak, ancaman hukuman 15 tahun penjara.
“Sampai saat ini hanya terdapat satu orang korban, pelaku juga sudah mengakui perbuatannya,” ujar Kapolres Polman, AKBP Agung Budi Leksono.
Sementara, santri pria inisial S (16) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) mengaku trauma. S diduga menjadi korban pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren (Ponpes) inisal ZU, pada Sabtu (24/6/2023) lalu.
Trauma yang dialami korban menjadi perhatian khusus oleh keluarga dan pendampingnya.
“Korban (S) sekarang jadi trauma (shok) di rumahnya, dia ketakutan saat disebut nama terduga pelaku dan nama ponpesnnya,” ungkap pendamping korban Dwi Bintang Fajar, Senin (10/7/2023).
Saat ini korban, dalam pendampingan keluarga dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP2KBP3A) Polman.
“Kami mau juga bawa ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk memeriksakan kondisi psikologi korban. Dari PPA yang sediakan psikolog,” ujarnya.
Saat ini, korban terus merasa sedih dan pikirannya dalam keadaan kosong atas peristiwa yang dialaminya.
“S (korban) menangis saat menceritakan kejadian dialami kepada keluarganya, dia seperti ketakutan dan lemas,” ujarnya.