Hakim PTUN Makassar, Sulawesi Selatan, Satibi Hidayat Umar (63), ditemukan sudah tak bernyawa di dalam kamar kos di Kota Makassar.
Jasad Hakim PTUN Makassar itu pertama kali ditemukan oleh Asrianto. Saat itu Asrianto diminta oleh salah seorang pegawai PTUN Makassar untuk membawakan bakso ke kamar indekos Satibi.
“Tadi pagi sekitar pukul 10.15 (Wita), saya ketuk pintunya tapi tidak direspon. Jadi, saya minta rekan kerjanya untuk kembali mengetuk pintu. Tapi ternyata pintunya tidak di kunci, dan saat masuk melihat dia sudah meninggal di tempat tidur,” ujar Asrianto, Jumat (13/8/2021).
Sementara itu, aparat Kepolisian Sektor Panakkukang yang menerima informasi temuan mayat itu pun langsung menuju tempat kejadian perkara. Polisi juga langsung memasang garis polisi di sekitar lokasi kejadian.
“Kami langsung tindaklanjuti laporannya itu dengan bergerak ke lokasi,” ucap Kanit Reskrim Polsek Panakkukang, Iptu Jeriyadi.
Jeri mengatakan, berdasarkan pemeriksaan awal, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Sehingga, ia diduga meninggal dunia karena sakit. Tapi, kasus penemuan mayat ini akan tetap dilakukan penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian korban.
“Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Tapi, korban akan dievakuasi ke RS Bhayangkara untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.
Jenazah Satibi kemudian langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Satibi, kelahiran 1958, berdomisili di Jakarta. Saat ini bertugas di Makassar sejak tiga tahun terakhir, ia tinggal di rumah kos di Jalan Bumi Karsa, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar, Sulsel.
Salah satu hakim PTUN Makassar, Boniarti, menyebut lima hakim lainnya yang juga berdinas di PTUN Makassar tinggal di rumah kos yang sama.
“Kurang lebih tiga tahun sebagai hakim tinggi Pengadilan Tinggi Kota Makassar. Di rumah kos ada beberapa hakim yang tinggal,” ujarnya, Jumat (13/8).
Boniarti menjelaskan bahwa saat ini Mahkamah Agung belum menyediakan tempat atau rumah dinas bagi hakim PTUN Makassar. Dirinya bersama rekan seprofesi untuk sementara harus menyewa rumah.
“Mahkamah Agung belum menyediakan rumah dinas. Hanya 4 rumah dinas yang lain kos termasuk almarhum,” pungkasnya.