Irjen Napoleon Bonaparte akhirnya membongkar pihak lain yang terlibat dalam kasus suap dan penghapusan red notice buron kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. Jenderal bintang dua ini menyeret oknum di Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam kasus suap tersebut.
Ternyata kasus ini ada dugaan melibatkan banyak pihak. “Sebenarnya kasusnya Djoko Tjandra ini kan tidak hanya melibatkan kasus di kepolisian,” ujarAhmad Yani, kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Ahmad Yani, Kamis 7 Oktober 2021.
Ahmad yani mengatakan tentang keterlibatan pihak kepolisian hanya menyangkut persoalan red notice. Sedangkan, red notice Djoko Tjandra sudah habis permanen dengan sendirinya karena Kejagung tidak pernah meminta perpanjangan.
Djoko Tjandra kata Ahmad Yani, ditangkap karena Irjen Napoleon Bonaparte sebagai kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri mengirimkan surat ke Sekretariat NCB-Interpol Indonesia agar menerbitkan red notice. Kemudian, Kejagung baru meminta NCB dan kepolisian menerbitkan red notice anyar.
“Apakah mungkin hanya dengan suratnya yang bisa menangkap Djoko Tjandra yang dianggap telah menerima uang dari Djoko Tjandra. Itu kan aneh,” ujar Ahmad Yani.
Ahmad Yani mengatakan, Irjen Napoleon mengaku ada ‘klaster’ di kementerian/lembaga lain untuk menyelamatkan Djoko Tjandra dari jeratan hukum. Diantaranya adalah Kejagung.
Dia mengungkapkan hal yang juga sering diungkap Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Dugaan itupun diperkuat dengan adanya pesan antara eks pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan menyebut “bapakku bapakmu.”
“Tentu ada klaster di kejaksaan, kepolisian, klaster Mahkamah Agung (MA), ada klaster di Imigrasi. Ada juga klaster di Kemendagri yang menerbitkan KTP palsu itu kan. Nah, itu kan enggak semuanya diungkap lo,” kata Ahmad Yani.
Ahmad Yani menyatakan bahwa kliennya telah berupaya membongkar hal ini di pengadilan. Namun, majelis hakim tidak mengizinkan pemutaran rekaman suara yang bisa membuat terang perkara.
Pengacara Irjen Napoleon Bonaparte ini mengaku telah melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY). Hakim dianggap telah menutup-nutupi perkara yang sesungguhnya.
“Terkait dugaan pelanggaran perilaku kode etik hakim sudah kita laporkan ke KY, itu langkah hukum yang ada,” ujarnya.
Sedangkan, Irjen Napoleon Bonaparte masih menunggu putusan kasasi dari MA atas vonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Napoleon yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri tak lagi mau tutup mulut. Dia mengaku ingin membongkar aktor lain dalam kasus suap itu.
“Hari ini aku tunjukkan kepadamu bukti nyata itu, yaitu pengakuan orang yang telah diperalat untuk menzalimiku, demi menutup aib mereka. Ini saatnya untuk bangkit, menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, apa pun risikonya,” ujar Irjen Napoleon dalam surat terbukanya.