Kasus mafia tanah berhasil dibongkar Direktorat Reskrimum Polda Kalimantan Barat. Nilai kerugian akibat kasus ini mencapai Rp 1 triliun.
Kasus mafia tanah ini ternyata melibatkan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya dan Kepala Desa Durian, Kabupaten Kubu Raya.
“Dari hasil pengungkapan, kami menetapkan empat orang tersangka yakni A, UF, H dan T,” ujar Direktur Reskrimum Polda Kalbar Kombes Luthfie Sulistiawan, Kamis (22/4/2021).
Tersangka A merupakan mantan pegawai BPN Kabupaten Kubu Raya, sekaligus Ketua Tim Ajudikasi Desa Durian Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2008.
Sedangkan, tersangka UF adalah Kepala Desa Durian tahun 2008, sementara tersangka H dan T selaku pemegang sertifikat hak milik (SHM).
Kasus mafia tanah ini mulai diselidiki polisi setelah menerima adanya laporan dari beberapa pelapor. Para pelaku diduga memalsukan sejumlah warkah dengan perkiraan total luas tanah 200 Ha.
“Sehingga nilai potensi keuntungan sindikat mafia tanah secara keseluruhan dengan harga tanah Rp 500 ribu/m2 adalah sebesar Rp 1 triliun,” ujarnya.
Sindikat ini menghadirkan figur seolah-olah pemegang hak atas warkah. Sindikat mafia tanah ini kemudian kongkalikong melakukan pemalsuan warkah.
“Modus operandi, di mana tersangka A menerbitkan SHM dengan memalsukan warkah yaitu berupa Surat Pernyataan Tanah (SPT) dan surat keterangan domisili yang ditandatangani oleh Kades U,” ujarnya.
SPT tersebut dipalsukan seolah-olah yang atas nama SPT sebagai penggarap adalah tersangka H dan T. Padahal, sebenarnya keduanya bukan sebagai penggarap, apalagi pemilik tanah.
“Surat keterangan yang dipalsukan dibuat seolah-olah pemegang hak sebagai warga Desa Durian, padahal yang sebenarnya bukan merupakan warga Desa Durian. Dan para pemegang hak yang dibuatkan SHM masih ada hubungan keluarga dan kedekatan dengan tersangka A, yang merupakan kakak kandungnya tersangka H,” jelasnya.
Terkait kejadian tersebut pemilik tanah yang sebenarnya tidak dapat menerbitkan sertifikat. Para korban sendiri adalah masyarakat kecil, yang bahkan terjadi pada proses ajudikasi pertanahan tahun 2008.
Ajudikasi pertanahan adalah proses kegiatan pendaftaran tanah untuk meneliti dan mencari kebenaran formal, bukti kepemilikan hak atas tanah, guna memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
“Justru ini digunakan oleh tersangka A untuk melakukan kejahatan dengan cara melakukan tindak pidana pemalsuan. Di mana tersangka ini saat itu adalah ketua tim ajudikasi Desa Durian, Kabupaten Kubu Raya,” ungkapnya.
Polisi telah menyita barang bukti, di antaranya 147 warkah, 11 lembar SHM tanah di Desa Durian, 1 buah buku register pengantar KTP dari Desa Durian, surat-surat pernyataan tanah dan KTP sementara produk dari Desa Durian.
“Dari 147 warkah ini lokasi di Desa Durian, yang di dalamnya terdapat surat pernyataan tanah dan KTP sementara atau surat keterangan domisili yang diduga dipalsukan. Saat ini 83 berkas sudah teridentifikasi korbannya, sedangkan lainnya masih dalam penelusuran,” jelasnya.
Luthfie juga menjelaskan kasus pertanahan di wilayah Kalbar adalah salah satu jenis tindak pidana yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.
“Sehingga Polda Kalbar membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah dengan pelaksananya yaitu Direktorat Reserse Kriminal Umum yang bersinergi dengan Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Kalimantan Barat dan kantor-kantor Pertanahan,” ungkapnya.
Polda Kalbar masih mengembangkan kasus ini. Adapun, para tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP juncto Pasal 266 KUHP, Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 KUHP
“Korban adalah masyarakat kecil yang mata pencahariannya berasal dari lahan tersebut. Dan dengan adanya permasalahan ini tentunya menimbulkan rasa ketakutan untuk melakukan aktifitas di lahan tersebut,” katanya.
Luthfie mengimbau agar masyarakat pemilik tanah melakukan pemeliharaan tanah yang dimilikinya, sehingga tidak terbengkalai dan dapat segera diketahui apabila terdapat proses peralihan hak atas tanah yang tidak wajar atau mencurigakan. Masyarakat juga diimbau untuk mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan kantor pertanahan untuk mengetahui kebasahan dokumen pertanahan dan riwayat permasalahan pertanahan serta status objek tanah,” pungkasnya.