Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dijadwalkan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan rasuah pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial pada 2020.
“Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MJS (Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso),” ujar Plt juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri, Selasa, 30 Maret 2021.
Selain Ketua Komisi VIII Yandri Susanto, KPK juga memanggil Notaris Simamungkit, dan pihak swasta, Prospelany. Keduanya dipanggil untuk kepentingan yang sama.
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bansos sembako covid-19 di Jabodetabek pada 2020.
Kasus ini juga telah menjerat empat tersangka lain, yaitu dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dugaan KPK adanya kongkalikong para tersangka membuat Juliari menerima Rp17 miliar dari dua periode pengadaan bansos sembako.
Kasus ini terungkap berawal dari penangkapan Matheus. KPK mengendus adanya pemberian uang dari para tersangka dan sejumlah pihak, salah satunya kepada Juliari.
Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu dini hari, 5 Desember 2020. Fulus Rp14,5 miliar dari Ardian dan Harry itu disimpan dalam tujuh koper, tiga tas ransel, dan amplop kecil.
Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.