Kisah bule asal Prancis menikahi wanita Dayak dan hidup sederhana di hutan merupakan salah satu kisah wanita asli Indonesia menikah dengan pria asing yang sangat menginspirasi.
Kini pasangan bule asal Prancis dan Wanita Dayak itu hidup bahagia tinggal di hutan belantara Kalimantan. Untuk makan, mereka mencari langsung dari kebun atau hutan.
Bule asal Prancis dan wanita Dayak ini ternyata ingin menyatu dengan alam dan hidup natural. Tak hanya itu, listrik juga memakai bantuan matahari.
Kisah cinta pasangan bule asal Prancis dan wanita Dayak ini sangat terkenal, mereka bernama Chanee Kalaweit dan Prada.
Kisah cinta mereka sempat mencuri perhatian warganet dan membuat penasaran. Mereka memiliki kanal YouTube bernama Prada Kalaweit. Di sana mereka berbagi video mengenai kehidupannya setelah menikah.
Prada dan Chanee juga menceritakan perjalanan asmara mereka. Jatuh Cinta Sejak Pandangan Pertama
Dalam video yang pernah dibagikan di kanal Prada Kalaweit, diceritakan awal mula pertemuan mereka. Rupanya, Chanee sudah lama lancar berbahasa Indonesia.
Ia bertemu dengan Prada di tahun 2001. Saat itu, Chanee sedang membangun Yayasan Kalaweit di kawasan Sungai Katingan, Kalimantan Tengah.
Chanee yang tergolong kaya raya di Prancis itu mendirikan yayasan itu sejak 1998 lalu. Yayasan tersebut menjalankan program konservasi satwa liar, khususnya owa, di Kalimantan dan Sumatera.
Dalam perjalanan menuju Kalaweit dari Palangkaraya, Chanee biasanya menginap terlebih dahulu di Desa Tumbang Hiran.
Di desa itu, Chanee tinggal di salah satu losmen kecil. Setelah menginap, esok harinya, ia berangkat kembali naik perahu kecil selama tujuh jam.
Dikatakan Chanee, ia memang kerap menginap di losmen tersebut. Suatu ketika, saat ia ada di lantai dua losmen, ia melihat dari atas ada seorang wanita sedang menyapu rumah.
Ketika melihat wanita itu, Chanee langsung jatuh hati. “Ada orang yang sedang menyapu. Perempuan cantik sekali. Kebetulan ia juga melihat ke arahku dan itu Prada, pertama kali saya melihat dia,” ujarnya.
Saat melihat Prada, Chanee langsung jatuh cinta dan ingin mengenalnya. Chanee bahkan sampai bilang ke anak buahnya, kalau ia ingin memiliki istri seperti Prada.
Singkat cerita, Chanee akhirnya berhasil kenalan dengan Prada. Namun sikap Prada saat itu begitu cuek dan terlihat tak tertarik dengan seorang bule. Hal itu tidak membuat Chanee menyerah.
Ia justru merasa tertantang dan semakin tertarik dengan sosok Prada. Baginya, Prada berbeda dari wanita lainnya yang pernah ia temui.
Prada saat itu masih berusia sangat muda dan bukan berasal dari desa tersebut. Ia bahkan masih kuliah dan sedang menjalani KKN di Desa Tumbang Hiran.
“Prada sangat cuek, tapi itu membuatku makin tertarik,” ujarnya.
Setelah enam bulan berkenalan, keduanya makin dekat. Chanee pun mengungkapkan perasaannya ke Prada. Keduanya lantas merasa cocok satu sama lain dan memutuskan untuk menikah.
Kini Prada dan Chanee sudah 18 tahun menjalani kehidupan rumah tangga. Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak laki-laki.
Pasangan bule asal Prancis dan Wanita Dayak ini hidup sederhana di hutan. Rumah pun didominasi dengan kayu.
Di Rumah mereka dikelilingi oleh pepohonan hijau. Pepohonan begitu lebat bahkan tak terlihat ada jalan lebar jika dilihat dari atas.
Meski jauh dari kebisingan kota, namun Prada dan Chanee begitu bahagia tinggal di sana. Di dekat rumah juga terlihat ada sungai panjang. Rumahnya terbuat dari kayu, didesain rumah panggung.
Warnanya didominasi coklat, dari dinding, pintu hingga meja kursi. Di pekarangan rumah tersebut, ada area perkebunan yang ditanami berbagai tumbuhan. Prada rajin merawat dan menyirami tanaman tersebut.
Chanee Kalaweit memang bukan orang asli Indonesia. Namun, dedikasinya untuk kelestarian satwa dan lingkungan di Indonesia patut diacungi jempol.
Bule asal Prancis dengan nama asli Aurelien Francis Brule ini sudah hamper 24 tahun mendedikasikan dirinya untuk mempertahankan kelestarian hutan Indonesia agar bisa menjadi rumah yang nyaman bagi satwa liar yang hidup di dalamnya.
Lewat yayasan Kalaweit yang didirikannya, Chanee, begitu ia biasa disapa, terus aktif melakukan rehabilitasi satwa liar yang menjadi korban deforestasi dan praktik perburuan liar.
Awalnya, pria kelahiran Fayence, Distrik Var, Prancis Selatan, 41 tahun silam ini datang ke Indonesia pada tahun 1998 untuk menyelamatkan spesies Owa. Tanpa bekal kemampuan berbahasa Indonesia, tahun 1998, Chanee nekat datang ke Kalimantan untuk membangun konservasi satwa liar, khususnya Owa.
“Saya datang ke Indonesia sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Saya belajarnya dari bergaul dengan masyarakat setempat,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Dedikasi untuk satwa liar Indonesia Hingga hari ini, yayasan yang didirikannya menjadi mitra departemen kehutanan untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi.
Perjuangannya untuk menyelamatkan satwa-satwa di Indonesia bukan berarti tanpa duka. Bagi Chanee, hal terberat yang ia alami saat berjuang menyelamatkan satwa liar di Indonesia adalah melihat wajah Kalimantan yang berubah drastis demi industri perkebunan.
“Yang paling membuat saya sedih, dalam 20 terakhir melihat wajah Kalimantan berubah. Hutan Kalimantan hancur demi industri,” ujar dia.
Selama 23 tahun lebih berjuang menyelamatkan satwa, Chanee mengaku pernah menghadapi berbagai ancaman, terutama saat ia membuat video mengenai kabut asap yang menyelimuti Kalimantan.
“Selama 23 tahun lebih di sini pasti ada konflik dan ancaman, terutama setelah saya bikin video itu. Kalau kita berusaha menyelamatkan sesuatu ada membuat perubahan baik pasti ada musuh. Apalagi, yang ada di hadapan kita perusahaan-perusahaan yang cuma mikir profit,” ungkapnya.
Namun, rintangan tersebut tak memutuskan langkah bule asal Prancis ini untuk tetap berjuang. Baginya, ancaman-ancaman yang ia dapatkan tak sebanding dengan keberhasilannya melindungi lebih dari 1000 hektare lahan dan hutan di Kalimantan.
“Semua keberhasilan ini juga berkat dukungan masyarakat sekitar. Saya tidak akan bisa mendapatkan semua ini tanpa dukungan mereka,” pungkasnya.
Dari berbagai Sumber