KNKT: 6 Penyebab Pesawat Sriwijaya Air Jatuh di Kepulauan Seribu

- Advertisement -
Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) merilis laporan akhir investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air, Boeing 737-800 di Perairan Kepulauan Seribu, 9 Januari 2021 lalu.

“Hasil investigasi KNKT memuat isu keselamatan (Sriwijaya Air) untuk dapat dijadikan pembelajaran untuk peningkatan keselamatan penerbangan,” ujar Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo, dikutip dari kumparan, Kamis (10/11).

Investigasi kecelakaan Sriwijaya Air ini dipimpin oleh KNKT dan dilaksanakan sesuai ketentuan International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13.

Dalam kesempatan tersebut, KNKT menyimpulkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan Sriwijaya Air berdasar urutan waktu kejadian, sebagai berikut;

  1. Tahapan perbaikan sistem autothrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.
  2. Thrust lever atau pengatur tenaga mesin di bagian kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry (perbedaan tenaga mesin di mana tenaga mesin kiri lebih kecil dibandingkan dengan tenaga mesin sebelah kanan).
  3. Keterlambatan CTSM untuk mengaktifkan sistem autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah, berakibat pada asymmetry yang semakin besar. Untuk diketahui, sistem autothrottle berguna untuk mengatur penerbangan pesawat dalam batas yang aman. Sementara Flight Spoiler beroperasi ketika pesawat terbang dalam keadaan terbang di udara dan mendarat. Pada keadaan terbang di udara, Flight Spoiler berfungsi untuk membantu kerja dari aileron (kontrol pesawat) agar pesawat terbang dapat berbalik arah.
  4. Complacency atau rasa percaya pada sistem otomatisasi dan confirmation bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring, sehingga tidak disadari adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.
  5. Pesawat berbelok ke kiri yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tinfakan pemulihan tidak sesuai.
  6. Belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu.

Nurcahyo mengatakan, seluruh pihak telah melakukan tindakan keselamatan (safety action) sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan.

Dirjen Perhubungan Udara bahkan telah melakukan inspeksi khusus kepada seluruh pesawat Boeing 737-300/400/500.

“Dirjen Perhubungan Udara juga merevisi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Bagian 121 terkait ketentuan pelaksanaan Upset Prevention & Recovery Training (UPRT) dan membentuk tim khusus untuk membuat panduan pelaksanaan UPRT di Indonesia,” ungkapnya.

Pada 9 Januari 2021, pesawat Boeing 737-500 PK-CLC atau Sriwijaya Air SJ-182 berangkat dari Jakarta dengan tujuan Pontianak tinggal landas pada 14.36 WIB.

Setelah terbang 13 menit, pesawat mengalami kecelakaan dan berakhir penerbangan di perairan Kepulauan Seribu, sekitar 11 mil dari Bandara Soekarno-Hatta. Sebanyak 62 orang tewas terdiri dari 56 penumpang, 2 pilot dan 4 awak kabin.

 

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA