Korupsi di PT Krakatau Steel diungkap oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jaksa Agung menyatakan kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi proyek pabrik peleburan baja tanur tinggi atau Blast Furnace Complex (BFC) itu terjadi pada 2011 mencapai Rp 6,9 triliun.
“Diduga kerugian keuangan negara yang timbul akibat korupsi di Krakatau Steel ini sebesar Rp 6,9 trilun sesuai dengan pembiayaan yang dikeluarkan oleh konsorsium Himbara,” ujar Burhanuddin, Senin (18/7).
Burhanuddin juja menjelaskan PT Krakatau Steel (KS) pada 2007 menyetujui pengadaan pabrik BFC dengan kontraktor pemenang ialah MCC CERI konsorsium dan PT Krakatau Engineering yang merupakan anak perusahaan dari PT KS.
Namun, pengadaan proyek tersebut dilakukan secara melawan hukum.
“Yang seharusnya MCC CERI melakukan pembangunan sekaligus pembiayaannya, namun pada kenyataannya dibiayai oleh konsorsium dalam negeri atau Himbara dengan nilai kontrak pembangunan pabrik BFC dengan sistem terima jadi sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum keempat membengkak menjadi Rp 6,9 triliun,” kata Burhanddin.
Menurut Burhanuddin, hasil pekerjaan saat ini tidak dapat dimanfaatkan karena tidak layak. “Serta terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan,” lanjutnya.
Lima tersangka tersebut, kata Burhanuddin, ialah FB selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007-2012, ASS selaku Deputi Direktur Proyek Strategis PT Krakatau Steel periode 2010-2012 (tahanan kota), MR selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013-2016, BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015, serta HW alias RH selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace 2011 dan General Manager Proyek PT. KS periode 2013-2019.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.