Lukas Enembe melawan dakwaan Rp 46 miliar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Lewat nota keberatannya yang dibacakan kasus hukumnya, Gubernur Papua dua periode itu menyebut KPK sebagai pembunuh.
Eksepsi sebanyak tujuh halaman itu, dibantu dibacakan oleh pengacaranya Petrus Bala Pattyona. Lukas Enembe menyebut KPK sebagai pembunuh.
“Seandainya saya mati, pasti yang membunuh saya adalah KPK. Dan saya sebagai kepala adat akan menyebabkan rakyat Papua menjadi marah dan kecewa berat terhadap KPK,” kata Petrus Bala Pattyona kuasa hukum Enembe yang membacakan eksepsi di PN Jakarta Pusat, Senin (19/6).
Enembe mengaku sedang dalam kondisi sakit. Ia menganggap proses hukum terhadap dirinya terus dipaksakan.
Enembe merasa dizalimi atas status tersangka dan proses hukum yang dijalaninya. Dia mengaku mengalami gangguan kesehatan, mengalami stroke, bahkan penyakit diabetesnya yang sebelumnya stadium empat naik jadi stadium lima usai ditahan KPK.
“Saya juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung dan banyak komplikasi penyakit dalam lainnya dan pemeriksaan terakhir dokter RSPAD menyatakan fungsi ginjal saya tinggal 8%,” ujar Enembe dalam eksepsinya, dikutip dari kumparan pada 20 Juni.
Enembe juga membantah melakukan korupsi dan menerima gratifikasi dari seorang bernama Rijatono Lakka.
“Saya Lukas Enembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik seolah-olah saya penjahat besar,” ungkap Enembe lewat Petrus.
Gubernur Papua nonaktif itu juga kesal disebut penjudi karena pernah ke kasino di Singapura. Menurutnya, KPK tidak punya wewenang mengusut kasus judi,
“Saya dituduh penjudi, sekalipun bila memang benar, hal itu merupakan tindak pidana umum, bukan KPK yang mempunyai kuasa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus judi,” pungkasnya.
Lukas Enembe didakwa menerima menerima suap dan gratifikasi total Rp 46,8 miliar. Pada perkara suap Lukas didakwa menerima Rp 45,8 miliar.
Rinciannya: Rp 10,4 miliar berasal dari Direktur PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi dan Rp 35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
Suap tersebut diberikan agar perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Selain suap, Enembe juga disebut menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar dari Lakka.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara pada perkara gratifikasi Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12B UU Tipikor.