Menkopolhukam Mahfud MD merasa terusik usai digugat oleh Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) Rp 1,025 miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan itu dilayangkan Perkomhan atas komentar Mahfud MD terhadap putusan PN Jakarta Pusat usai mengabulkan gugatan Partai Prima yang meminta penundaan Pemilu.
Dilihat dari laman PN Jakpus, Mahfud digugat untuk membayar Rp 1.025.000.000. Gugatan Perkomhan itu teregister dengan nomor 205/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst yang didaftarkan ke PN Jakpus pada Rabu (29/3).
Dalam petitumnya, penggugat juga memohon kepada pengadilan agar memerintahkan Mahfud memohon maaf atas perbuatannya karena dinilai melawan hukum.
“Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya; Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; Menghukum tergugat untuk meminta maaf secara terbuka disaksikan oleh penggugat dalam waktu 1×24 jam setelah perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap,” tulis petitum tersebut, dikutip dari kumparan pada 16 Juni.
“Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 25.000.000; Menghukum tergugat membayar kerugian immateriil sebesar Rp. 1.000.000.000; Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat Pengadilan,” lanjutnya.
Atas hal tersebut, Mahfud mengaku bakal melayangkan gugatan balik terhadap Perkomhan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Oleh karena mengusik saya maka saya akan gugat balik Perkomhan dalam gugatan rekonvensi sebesar Rp 5 miliar dengan putusan provisi sita jaminan,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/6).
Awalnya Mahfud mempertanyakan organisasi yang menggugatnya itu. Menurut dia, Perkomhan selama ini tak pernah terdengar kiprahnya.
“Hahaha, satu organisasi yang bagi saya tak pernah didengar kiprahnya yakni Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) tiba-tiba menggugat saya sebagai Menko Polhukam ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan gugatan perbuatan melawan hukum,” tutur Mahfud MD.
Ia mengakui memang pernah mengomentari putusan tersebut. Sebab menurutnya, PN Jakarta Pusat telah keliru dan salah kamar. Sebab, perkara tersebut harusnya dibawa ke kamar hukum administrasi tapi malah dibawa ke hukum perdata.
“Di dalam hukum administrasi Partai Prima sudah kalah di Bawaslu dan di PTUN tapi kok dibawa lagi ke Pengadilan Negeri, ya salah. Bagi saya itu permainan hukum,” jelas Mahfud.
“Makanya saya bilang KPU harus naik banding dan kita akan melakukan perjuangan politik untuk menyelamatkan agenda konstitusional,” sambung dia.
Gugatan Partai Prima dikabulkan Majelis Hakim PN Jakpus yang berimbas pada putusan untuk penundaan pemilu. Putusan itu menjadi polemik sebab hakim dinilai melampaui kewenangannya.
Dalam tahap banding, Pengadilan Tinggi DKI menganulir putusan itu. Kini, Partai Prima sedang mengajukan kasasi.
Mantan Ketua MK itu kemudian mempertanyakan masalah hak perdata yang dimiliki Perkomhan dalam gugatan yang dilayangkan terhadapnya.
Apalagi, ia menilai, banyak pihak termasuk pimpinan parpol yang telah lolos proses verifikasi mengomentari bahwa putusan tersebut salah.
“Mengapa mereka tidak digugat juga sekalian kalau itu dianggap melanggar hak perdata Perkomhan? Buktinya juga pada tingkat banding putusan PN itu dibatalkan seluruhnya oleh Pengadilan Tinggi yang berarti komentar publik itu benar secara hukum,” ucap Mahfud MD.
Terkait rencana gugatan balik Mahfud MD itu, Perkomhan belum berkomentar.