Nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah muncul dalam perkara dugaan korupsi ekspor benih benur lobster (BBL) di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Nama Azis Syamsuddin dan Fahri Hamzah muncul saat jaksa mempertanyakan keterlibatan dua politikus ini. Sebab, dua nama itu muncul dalam percakapan antara mantan Menteri KP Edhy Prabowo dan anak buahnya, Safri.
Sementara, Edhy dan Safri merupakan terdakwa dalam kasus ini.
Terungkapnya nama Azis Syamsuddin dan Fahri Hamzah, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan yang berisi percakapan Safri dan Edhy. “Ini isinya dengan kata, ‘Saf, ini orangnya Pak Azis Syamsuddin Wakil Ketua DPR mau ikut budi daya lobster. Novel Esda.’ Saudara menjawab, ‘Oke Bang.’ Apa maksudnya?” tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (15/6/2021).
“Maksudnya perintah beliau saya jalankan kalau membantu secara umum, ya,” jawab Safri.
Kemudian, jaksa menanyakan soal percakapan antara Edhy Prabowo dan Safri pada 16 Mei 2020 yang memuat nama Fahri Hamzah.
“Pada 16 Mei juga, ‘Saf, ini tim Pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi. Saksi menjawab, ‘Oke bang,’ Benar itu?” kata jaksa.
“Betul,” jawab Safri. Safri menjadi saksi untuk lima terdakwa lainnya, yaitu Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi, Amiril Mukminin, Ainul Faqih, dan Siswandhi Pranoto Loe.
Mereka didakwa bersama-sama menerima uang suap pemberian izin ekspor BBL senilai Rp 25,7 miliar. Namun, dalam kesaksiannya, Safri mengaku tidak mengetahui nama kedua perusahaan, baik yang terkait dengan Azis Syamsuddin maupun Fahri Hamzah.
“Berarti memang ada perintah dari Edhy? Saudara saksi masih ingat nama perusahaannya?” tutur jaksa.
“Saya tidak tahu, tapi saya hanya koordinasi dengan Saudara Andreau,” kata Safri.
Sedangkan Andreau yang dimaksud Safri adalah Andreau Misanta Pribadi yang merupakan Sekretaris Pribadi (Sespri) dari Edhy Prabowo.
Bersama Safri, Andreau didakwa melakukan pengumpulan uang suap terkait izin ekspor BBL. Keduanya merupakan kepanjangan tangan dari Edhy Prabowo.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo diduga menerima suap untuk mempercepat pemberian izin ekspor BBL pada perusahaan eksportir.
Edhy juga diduga mendapat keuntungan dari kerja sama dengan PT Aero Cipta Kargo (ACK) yang menjadi perusahaan eksportir BBL ke luar negeri. Melalui stafnya, Edhy Prabowo diduga mendapatkan keuntungan dari pembagian saham di PT ACK selama ekspor BBL berlangsung.