Papua memanas usai Lukas Enembe ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK). Massa pendukung Gubernur Papua ini tak terima jika Lukas Enembe diproses hukum.
Lukas Enembe jadi tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua oleh KPK pada Rabu (14/9/2022) sore. Di mana ada dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Sekarang situasi di Papua memanas, diberitakan akan ada demo besar-besaran. Seusai Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka, Gubernur Papua tersebut merasa terkurung di rumahnya.
Sementara, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka bukan suatu rekayasa politik.
“Maka ingin saya sampaikan hal-hal sebagai berikut, kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik, tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu,” ujarnya.
Mahfud mengatakan ini merupakan temuan dan fakta hukum. Dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe, bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar.
“Catatannya ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran dari penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar, dalam 12 hasil analisis yang disampaikan kepada KPK,” ujar Mahfud MD.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi tak wajar oleh Lukas Enembe.
Ada 12 temuan PPATK, salah satunya terkait setoran tunai yang diduga disalurkan Lukas ke kasino judi.
“Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau 560 miliar rupiah. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Senin (19/9/2022).
Tak hanya itu, Ivan mengungkap, pihaknya juga menemukan dugaan setoran tunai tak wajar yang dilakukan Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai Rp 5 juta Dollar Singapura.
Kemudian, masih dengan metode setoran tunai, tercatat ada pembelian jam tangan mewah senilai 55.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 550 juta.
“PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain dan ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda. Itu juga sudah PPATK analisis dan PPATK sampaikan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” jelas Ivan.
Atas kasus ini, PPATK telah membekukan sejumlah transaksi yang diduga dilakukan Lukas ke beberapa orang melalui 11 penyedia jasa keuangan.
Kesebelas penyedia jasa keuangan itu mencakup asuransi hingga bank.
Nilainya lebih dari Rp 71 miliar. Bahkan, menurut PPATK, transaksi mencurigakan tersebut turut melibatkan putra Lukas.
“Transaksi yang dilakukan di 71 miliar tadi mayoritas itu dilakukan di anak yang bersangkutan, di putra yang bersangkutan,” ujar Ivan.