Aksi nekat Zakiah Aini ketika menyerang Mabes Polri seorang diri, adalah aksi yang sudah direncanakan. Hal itu diungkapkan oleh Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Namun dalam aksi nekat itu mengesankan pelaku tidak pakai kalkulasi. “Saya justru membayangkan ini bukan hanya serangan terencana terhadap polisi,” ungkap Reza, Kamis (1/4/2021).
Kata Reza, pelaku sudah pasti mempertimbangkan risiko yang dialaminya apabila melakukan penyerangan seorang diri ke markas besar polisi yang tentu berisi banyak personel.
“Pelaku pasti bisa membayangkan risiko yang akan dia hadapi saat menyerang di pusat jantung lembaga kepolisian. Jadi, serangan tersebut sekaligus merupakan aksi terencana untuk bunuh diri,” ujar Reza.
Reza juga berkomentar terkait kategori penyerangan terhadap polisi. Apabila mengacu kepada The Serve and Protection Act, aksi nekat menyerang aparat, termasuk ke dalam hate crime.
“Bukan terrorism. Di Indonesia boleh beda, tentunya. Penyebutan hate crime menunjukkan bahwa pelaku penembakan yang menyasar polisi tidak serta-merta disikapi sebagai (terduga) teroris. Butuh cermatan spesifik kejadian per kejadian, untuk memprosesnya secara hukum dengan pasal yang tepat sekaligus menangkal kejadian berikutnya secara tepat sasaran,” kata Reza.
Aksi nekat yang dilakukan Zakiah Aini terjadi pada Rabu (2/4) sore. Awalnya, Zakiah Aini masuk dari pintu belakang Mabes Polri dan sempat berbincang-bincang terlebih dahulu dengan petugas serta menanyakan lokasi kantor pos.
Setelah itu, Zakiah Aini meninggalkan pos penjaga dan pergi ke arah pos siaga di dekat gerbang utama. Di sanalah terjadi baku tembak antara Zakiah Aini dan petugas hingga akhirnya dirinya tewas. Zakiah Aini dipastikan beraksi seorang diri.
Ternyata Zakiah Aini sudah menulis surat wasiat untuk keluarganya. Dalam surat wasiat itu, Zakiah Aini meminta maaf dan ‘pamit’ kepada keluarganya.