Rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU. RKUHP merupakan RUU carry over yang kembali dibahas DPR dan pemerintah.
Persetujuan RKUHP menjadi UU diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Dasco didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rahmat Gobel.
Sebelum disetujui, Dasco meminta Ketua Komisi III Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) menyampaikan laporan proses pembahasan RKUHP bersama pemerintah.
“Komisi III dan pemerintah telah menindaklanjuti seluruh masukan terhadap RKUHP dalam pembahasan yang terbuka dan penuh kehatian-hatian beberapa isu krusial telah dilakukan penyesuaian baik secara subtansi maupun redaksional,” kata Pacul di Gedung DPR, Senayan, Selasa (6/12).
Sebelum disahkan, Fraksi PKS diberikan kesempatan untuk menyampaikan dua catatan terkait penghinaan pemerintah dan lembaga negara. Lalu, pasal menghina presiden dan wakil presiden. Ia meminta agar pasal itu dicabut.
Anggota Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis menegaskan akan menggunggat ke MK. Adu mulut antara Dasco dan Iskan sempat terjadi dalam interupsi tersebut.
Setelah itu, Dasco meminta persetujuan untuk mengesahkan Rancangan KUHP menjadi UU.
“Selanjutnya kami meminta seluruh fraksi apakah Rancangan KUHP dapat disahkan menjadi UU?,” tanya Dasco. Iskan masih menyalakan microfon meminta hak berbicara, dikutip dari kumparan.
“Setuju..!!” kata seluruh anggota dewan. Setelah itu, Dasco mengetuk palu persetujuan.
Pemerintah dan DPR kembali membahas RKUHP usai menuai protes pada 2019. Setelah kembali dibahas, sejumlah pasal kontroversial RKUHP direformulasi. Seperti pasal penghinaan terhadap pemerintah, aborsi, makar, living law, kohabitasi (kumpul kebo), pidana mati, contempt of court, ITE, narkotika, dan penambahan pidana rekayasa kasus.
Pasal-pasal yang dinilai kontroversial disesuaikan istilah atau masa pidananya, serta diberi penambahan penjelasan.
Namun mayoritas pasal itu tak dihapus, termasuk pidana penghinaan terhadap pemerintah dan penyerangan harkat martabat presiden yang dikritik luas publik.
Terdapat pasal yang dihapus di antaranya pasal tentang penggelandangan, unggas dan ternak yang lewat kebun, serta mengenai tindak pidana di lingkungan hidup.