Hakim Agung Gazalba Saleh terlibat dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diduga uang SGD 202 ribu menjadi pemulus agar Hakim Agung Gazalba Saleh memutuskan orang masuk penjara.
Fakta tersebut ditemukan KPK berdasarkan pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Selain Hakim Agung Gazalba Saleh, KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka lainnya, yakni Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Hakim Agung Gazalba serta Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung Gazalba.
Ketiganya merupakan pihak penerima suap dalam kasus itu.
“Konstruksi perkara, bermula pada awal 2022, terjadi adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam ID (Intidana), kemudian terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang,” ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/11).
KPK sebelumnya telah menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sedangkan, tersangka selaku pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP ID Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Karyoto mengatakan Yosep Parera dan Eko Suparno ditunjuk sebagai pengacara oleh Heryanto Tanaka untuk mendampingi selama proses hukum tersebut berlangsung.
“Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas,” ujarnya.
Kemudian langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. Heryanto Tanaka kemudian menugaskan Yosep Parera dan Eko Suparno untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan dikabulkan.
“Karena YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar SGD 202 ribu (setara dengan Rp 2,2 miliar),” ujar Karyoto.
Untuk proses pengondisian putusan, Desy Yustria turut mengajak Nurmanto Akmal yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, Nurmanto Akmal mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung Gazalba dan Prasetio Nugroho selaku asisten Hakim Agung Gazalba sekaligus sebagai orang kepercayaan dari Gazalba.
Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah Gazalba Saleh.
“Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama lima tahun,” ujar Karyoto.
KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.
Sementara sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.
Kemudian, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar SGD 202 melalui DY.
“Mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik,” pungkas Karyoto.