Kejaksaan Agung menetapkan Hasnaeni yang dikenal sebagai ‘Wanita Emas’ sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Proses hukum terhadap Hasnaeni sempat diwarnai drama.
Hasnaeni si Wanita Emas langsung ditahan usai diumumkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Kamis (22/9). Ia diduga terlibat korupsi di PT Waskita Beton Precast.
Ketika ditahan, ia tampak menggunakan kursi roda dengan dibantu petugas Kejaksaan. Ia terlihat mengenakan piama berwarna merah dibalut rompi tahanan Kejaksaan berwarna merah muda serta borgol.
Begitu akan dinaikkan ke mobil tahanan, ia melawan. Kakinya tampak menahan laju kursi roda tepat di pintu mobil. Ia kemudian berteriak-teriak histeris.
Petugas kemudian memasukkannya secara paksa ke mobil tahanan. Meski sudah di dalam mobil, Hasnaeni tetap berteriak histeris. Hingga akhirnya mobil membawanya ke rutan.
Sehari sebelumnya, Hasnaeni ternyata sempat dijemput paksa oleh penyidik. Ia dibawa paksa dari Rumah Sakit MMC.
Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan, Hasnaeni datang ke rumah sakit untuk dirawat pada Rabu (21/9) malam . Ia berdalih sedang sakit.
Namun, setelah dikonsultasikan dengan dokter, Hasnaeni dinilai dalam kondisi yang sehat. Sehingga diputuskan untuk dibawa penyidik.
“Atas dasar kondisi tersebut setelah kita konsultasikan dengan pihak manajemen dan dokter yang bersangkutan. Kita juga membawa dokter kesimpulan yang bersangkutan dalam keadaan sehat dan bisa dihadirkan di kejaksaan dan pada hari ini kita jemput dari RS untuk diajukan ke kejaksaan untuk menjalani proses selanjutnya,” ungkap Kuntadi kepada wartawan, dikutip dari kumparan.
Menurut Kuntadi, Hasnaeni tidak kooperatif dengan proses hukum.
“Yang bersangkutan sudah beberapa kali sudah dilakukan pemanggilan artinya tidak kooperatif. Oleh karena itu dari penyidik melakukan penjemputan pada yang bersangkutan,” sambungnya.
Kasus Hukum Hasnaeni
Hasnaeni dijerat sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung. Ia diduga terlibat penyimpangan dan atau penyelewengan dalam penggunaan dana PT. Waskita Beton Precast, Tbk. tahun 2016-2020.
Ia termasuk satu dari 7 tersangka dalam kasus itu. Hasnaeni dijerat selaku Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menjelaskan, kasus ini bermula dari pertemuan Hasnaeni dan dengan JS serta Agus Wibowo sekitar tahun 2019.
Pertemuan itu digagas dengan dalih pembangunan jalan Tol Semarang-Demak. Ia diduga menawarkan pekerjaan terkait pembangunan jalan Tol Semarang-Demak senilai Rp 341.692.728.000. Namun syaratnya: PT. Waskita Beton Precast, Tbk. menyetorkan sejumlah uang kepada PT. Misil Mulia Metrical. Syarat itu kemudian disanggupi.
Pada tanggal 18 Desember 2019 ditandatangani Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor : 003/M3-SPK/XII/2019 tanggal 18 Desember 2019 senilai Rp 341.692.728.000 untuk pekerjaan konstruksi jalan tol Semarang-Demak yang ditandatangani oleh Hasnaeni dan Agus.
Agar PT Waskita Beton Precast, Tbk. dapat mengeluarkan sejumlah uang tersebut, Hasnaeni memerintahkan Manager Operasional PT Misil Mulia Metrical untuk membuat Administrasi Penagihan Fiktif kemudian diajukan kepada PT Waskita Beton Precast, Tbk. Hal itu untuk diproses pembayarannya oleh PT Waskita Beton Precast, Tbk.
Selanjutnya, KJH selaku General Manager Penunjang Produksi PT Waskita Beton Precast, Tbk. memerintahkan anak buahnya membuat Surat Pemesanan Fiktif senilai Rp 27 miliar. Serta memerintahkan staf membuat Berita Acara Overbooking Material fiktif untuk BP Lalang dan BP Tebing Tinggi.
Pada tanggal 25 Februari 2020, PT Waskita Beton Precast, Tbk. mentransfer uang sejumlah Rp 16.844.363.402 ke rekening PT Misil Mulia Metrical pada Bank Mandiri KCP Jakarta Angkasa.
Uang yang telah ditransfer ke rekening PT Misil Mulia Metrical sedianya dipergunakan untuk membayar setoran modal ke konsorsium PT Pembangunan Perumahan Semarang-Demak.
“Akan tetapi, ternyata uang tersebut digunakan secara pribadi oleh Tersangka H,” kata Kuntadi.
Kasus ini disebut menimbulkan kerugian negara Rp 2.583.278.721.001. Atas perbuatannya, para tersangka Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.