Tiap Hari, RSKJ Bengkulu Terima 100 ODGJ

RSKJ,ODGJ,Bengkulu
Jumlah orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) di Provinsi Bengkulu cukup tinggi. Tahun 2021 lalu, ada 2.380 pasien ODGJ yang dirawat di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. Sementara untuk tahun 2022 ini, hingga Jumat (4/2), tercatat RSKJ sudah merawat 116 ODGJ.

Dijelaskan Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu, Danirul Sanadi, SKM, ODGJ yang menjalani rawat jalan ratarata per harinya itu di atas 100 orang.

Setiap Senin dan Sabtu, jumlah ODGJ yang melakukan rawat jalan akan lebih banyak lagi. Untuk sekarang lanjutnya, proses rujukan dikunci oleh sistem yang ada di BPJS atau by sistem. Sehingga, tidak semua pasien yang bisa ke RSKJ Soeprapto apalagi pasien yang baru.

Alasannya karena RSKJ Soeprapto ini adalah rumah sakit tipe B, sehingga pasien yang baru harus ke RS tipe C dulu terutama yang ada psikiaternya.

“Walaupun kadang-kadang ada beberapa pelanggan kita itu mengeluh, komplain ke kita. Kadang ada yang tidak ingin memakai BPJS karena ingin langsung ke sini,” ujar Danirul.

Ditambahkannya, ada banyak macam penyebab gangguan kejiwaan yang dialami pasien. Namun, lebih didominasi faktor sosial ekonomi.

Dikatakan, selain karena faktor sosial ekonomi, yang memicu ODGJ adalah faktor genetik.

“Untuk di rumah sakit kita, paling banyak itu karena faktor sosial ekonomi seperti kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, kuliah, dan masalah penghasilan,” ucap Danirul.

Untuk faktor sosial ekonomi ini, bisa dibilang sebagai pencetus utama penyebab ganguan kejiwaan terbanyak. Karena awalnya, orang mengalami ganguan jiwa hebat itu dimulai dari depresi.

Untuk faktor genetik, biasanya sudah tampak sejak kecil karena kepribadiannya agak berbeda dari yang lain. Seperti terlalu tertutup, terlalu pendiam, ada juga dari anak yang memang mentalnya tidak disiapkan oleh orangtuanya karena terlalu dimanja.

Sehingga, ketika dia dapat masalah dia tidak dapat mengatasi masalah itu dan membuat dirinya depresi berat hingga mengalami ganguan kejiwaan.

“Kalau dari sifat-sifat yang dibawa yaitu tadi dari faktor genetik, mungkin dia sedari kecilnya pendiam atau dari kecil sering dianiaya dan ada juga karena mengalami trauma hebat,” tambahnya. Untuk jumlah pasien sepanjang tahun 2021 sebanyak 2.380 ratarata berasal dari Kota Bengkulu.

Sebanyak 1.395 di Diagnosa Skizofrenia Unspesifik (mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap/kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada diri sendiri.

Per tanggal 04 Februari, sebanyak 116 pasien yang dirawat inap. “Tiap harinya gak sama, kadang ada yang pulang ada yang masuk,” imbuhnya.

Ia juga menyampaikan, untuk pasien yang sembuh tidak dapat dipastikan berapa jumlahnya. Karena, pihaknya juga sulit untuk mengkategorikan mana pasien yang sembuh dan mana yang belum. Karena pasien yang pulang banyak kategorinya.

Ada yang pulang paksa, atau pasien yang belum diperbolehkan pulang oleh rumah sakit tetapi pihak keluarga pasien melihat perkembangan pasien yang lambat sembuh terkadang berfikir untuk berobat dengan alternatif yang lain.

“Karena maunya keluarga pasien ini kan yang instan. Maksudnya setelah kita kasih obat si pasien itu harus ada perubahan, tetapi kenyataannya penyakit kejiwaan tidak seperti itu,” sambungnya.

Dilanjutkan Danirul, obat yang diberikan bukan obat seperti penyakit fisik dengan dosis yang tinggi.

Melainkan dosis yang digunakan untuk penyakit kejiwaan ini rata-rata dosisnya rendah, dosisnya akan meningkat secara bertahap. Pemberian dosis secara bertahap ini, bertujuan untuk menghindari rasa yang tidak nyaman akibat efek samping dari obat. (Kay)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.