Usai geledah kantor Khofifah Indar Parawangsa dan Emir Dardak, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan bahwa KPK tidak akan pandang bulu melakukan tindakkan terhadap semua pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap dana hibah di Pemprov Jawa Timur (Jatim).
Firli mengatakan bahwa KPK akan bertindak secara profesional. “KPK bekerja profesional sesuai asas pelaksanaan tugas pokok KPK dan tidak terpengaruh kepada kekuasaan mana pun,” ujar Firli, Jumat (23/12/2022),
Firli juga menegaskan, KPK memiliki mandat melaksanakan UU Nomor 19 Tahun 2019 atas perubuhan kedua UU Nomor 30 Tahun 2002. KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya tidak terpengaruh kepada kekuasaan siapa pun.
“KPK bekerja tidak pandang bulu, karena itu adalah prinsip kerja KPK. Namun harus diingat bahwa KPK tidak akan mentersangkakan seseorang kecuali karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana,” ujar Firli.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung menggeledah kantor Khofifah Indar Parawangsa dan Emil Dardak serta sejumlah ruang kerja di Pemprov Jawa Timur (Jatim).
Ketika melakukan penggeledahan tersebut, penyidik KPK mengamankan berbagai dokumen terkait pengusutan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jatim.
Ali mengatakan berbagai dokumen dan bukti elektronik itu diduga berkaitan erat dengan kasus dugaan suap pengeloaan dana hibah.
Sejumlah ruangan yang digeledah KPK ialah Kantor Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak, Sekda, dan Bappeda.
KPK juga telah menetapkan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain Sahat, KPK juga turut menahan tiga tersangka lainnya.
Ketiganys yakni Rusdi selaku staf ahli SahatRusdi, Kepala Desa Jelgung sekaligus Koordinator Kelompok Masyaraka (Pokmas), Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi alias Eeng.
Dalam kasus ini, Sahat diduga menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan meminta uang muka (ijon).
Dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas tersebut, politikus senior Partai Golkar itu diduga telah menerima uang suap sekitar Rp5 miliar.